Pages

Thursday 16 June 2011

Orang miskin dilarang bersalin

Orang miskin dilarang bersalin

scrawled by Halaqoh Online on t' date o' Windsday, Januarrrry 26, 2011 roundabouts 9:10 in the evenin'
 
 
Sangat miris ketika membaca berita seorang tukang ojek yang harus nekat menjambret demi membiayai persalinan istrinya. Bukannya uang yang didapat,  justru Jajri (23) harus berurusan dengan pihak berwajib. Kelahiran anak keduanya terpaksa dilewati dari balik jeruji besi. (Detik.com, 25/01/11).

Fakta di atas kembali memperpanjang bukti bahwa penguasa negeri ini memang tidak serius dalam mengursi rakyatnya. Wujuduhu ka ‘adamihi. Keberadaannya tidak dirasakan bahkan malah menambah beban rakyatnya. Mereka sibuk memikirkan kepentingan sendiri. Mulai dari pembangunan gedung baru, remunerasi, kenaikan gaji, dan lain-lain. Mereka lupa akan tanggung jawab mereka untuk mengurus dan melayani rakyat dalam pemenuhan kebutuhan asasiyah setiap individu masyarakat. Peringatan hari gizi (25/01/11) hanya diisi oleh agenda seremonial, pertunjukan kesenian dan perlombaan. Sementara di daerah pinggiran jumlah anak dengan gizi buruk masih banyak dan sangat membutuhkan bantuan.

Kesehatan dalam Khilafah
Nabi SAW bersabda: “Setiap dari kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab untuk orang-orang yang dipimpin. Jadi, penguasa adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas rakyatnya.” [Bukhari & Muslim]

Pemimpin bertanggung jawab untuk mengelola urusan-urusan rakyat. Salah satu kebutuhan dasar adalah bahwa negara harus menyediakan layanan kesehatan. Ketika Rasulullah SAW sebagai kepala negara di Madinah diberikan seorang dokter sebagai hadiah, ia tugaskan dokter tersebut ke umat Islam. Kenyataan bahwa Rasulullah SAW menerima hadiah dan dia tidak menggunakannya, bahkan dia menugaskan dokter itu kepada kaum muslimin, dan hal ini adalah bukti bahwa kesehatan adalah salah satu kepentingan umat Islam.

Karena negara berkewajiban untuk membelanjakan anggaran negara pada penyediaan sistem kesehatan gratis untuk semua orang, maka Baitul-Mal harus menyusun anggaran untuk kesehatan. Jika dana yang tersedia tidak mencukupi maka pajak kekayaan akan dikenakan pada umat Islam untuk memenuhi defisit anggaran.

Berbeda dengan sistem kapitalis, sistem Islam memandang penyediaan kesehatan kepada warga negaranya dari perspektif manusia dan bukan aspek ekonomi. Ini berarti bahwa pemimpin Negara Islam terlihat untuk menyediakan sarana kesehatan yang memadai dan berkualitas baik kepada rakyat, bukan demi memiliki tenaga kerja yang sehat yang dapat memberikan kontribusi terhadap perekonomian tetapi demi memenuhi tugasnya mengurus kebutuhan orang-orang dalam ketaatan kepada Allah SWT.

Keunggulan pelayanan medis dalam sejarah Islam
Ketika Islam diterapkan sebagai sebuah sistem lengkap, Islam menyediakan sarana untuk berprestasi di segala bidang seperti ilmu pengetahuan dan teknologi. Di masa lalu, individu di bawah Khilafah membuat kontribusi yang luar biasa untuk bidang medis.

Khilafah pada masa itu menyediakan banyak rumah sakit kelas satu dan dokter di beberapa kota: Baghdad, Damaskus, Kairo, Yerusalem, Alexandria, Cordova, Samarkand dan banyak lagi. Kota Baghdad sendiri memiliki enam puluh rumah sakit dengan pasien rawat inap dan pasien rawat jalan dan memiliki lebih dari 1.000 dokter.

Rumah sakit umum seperti Bimaristan al-Mansuri, didirikan di Kairo pada tahun 1283, mampu mengakomodasi 8.000 pasien. Ada dua petugas untuk setiap pasien yang melakukan segala sesuatu untuk diri pasien agar mendapatkan kenyamanan dan kemudahan dan setiap pasien mendapat ruang tidur dan tempat makan sendiri. Para pasien baik rawat inap maupun rawat jalan di beri makanan dan obat-obatan secara gratis.

Ada apotik dan klinik berjalan untuk perawatan medis bagi orang-orang cacat dan mereka yang tinggal di desa-desa. Khalifah, Al-Muqtadir Billah, memerintahkan bahwa setiap unit apotik dan klinik berjalan harus mengunjungi setiap desa dan tetap di sana selama beberapa hari sebelum pindah ke desa berikutnya.

Dari catatan sejarah di atas, kita melihat bahwa ketika Penguasa benar-benar menerapkan aturan Allah SWT, barulah saat itu masyarakat akan benar-benar berkembang dan berhasil. Namun, penting untuk diingat bahwa kemajuan materi tidak menyamakan dengan kesuksesan sejati - mencari keridhaan Allah SWT.

Bagi khalifah hal tersebut bukan hanya tentang bagaimana menyediakan pelayanan medis, melainkan untuk memenuhi kebutuhan warga yang dirinya dipercayakan untuk bertanggung jawab atas mereka. Bukan seperti sekarang, rakyat salah urus sementara para pejabat minta diurus. Wallahu a’lam. [Asep Kurniawan]

No comments:

Post a Comment