Pages

Showing posts with label The Truth. Show all posts
Showing posts with label The Truth. Show all posts

Wednesday, 5 January 2011

Kahwin Semasa Belajar

Kahwin Semasa Belajar

by Nisrin Insyirah on Tuesday, 27 April 2010 at 19:46
 
 
 


"Anda mungkin seorang yang ingin menikah tapi tidak disetujui orang tua atau berkemampuan menikah tetapi tidak memiliki keberanian untuk melaksanakannya. Sederet permasalahan tersebut mungkin akan muncul dalam benak dan kehidupan kita bila pernikahan dini dikemukakanNikah dini? Mengapa tidak?

Berasama dua orang temannya, Lois Hoffman, seorang profesor psikologi di Michigan University, menulis sebuah buku dengan judul "Developmental Psychology Today". Berdasarkan beberapa penelitian mutakir, Hoffman dan kawan-kawan menulis satu bahasan khusus tentang menikah pada usia dewasa muda (young adulthood) yakni dari usia 18 tahun sampai sekitar 24 tahun.Adahal yang menarik dalam buku ini. Ketika Hoffman dan kawan-kawan sedang merampingkan bukunya, angka statistik di amerika menunjukan 34,6% perempuan usia 20-24 dan 21,4% laki-laki usia yang sama melakukan pernikahan, sementara mereka masih menempuh studi di perguruan tinggi.

Salah satu hal yang mempengaruhi keputusan mereka untuk menikah bukan kumpul kebo, sebagai mana lazimnya terjadi di amerika adalah komitmen. Selain komitmen, faktor lain sangat berpengaruh terhadap keputusan untuk menikah pada usia muda adalah tanggung jawab. Para laki-laki dan juga perempuan memiliki sense of responsibility "rasa tanggung jawab" yag tinggi, cendrung lebih cepat mengambil keputusan menikah.Perlu remaja putri ketahui, laki-laki yang memilih pacaran ketimbang menikah,adalah laki-laki yang mempunyai rasa tanggung jawab yang kurang, minimal takut memikul tanggung jawab dengan berbagai alasan, seperti masih kuliah, belum kerja, belum sipa mental, etc. Tapi dilain pihak ia ingin menikmati sesuatu dan "menyalurkan sedikit" kebutuhan secara gratis, tanpa tanggung jawab penuh.

Apakah ini laki-laki yang baik? belum lagi dosa-dosa yang harus di tanggung akibat pacaran tersebut beserta kafarohnya.Apakah sebaiknya segera menikah?Mari kita beranikan diri untuk membuka mata agar kita bisa melihat tentang betapa menyedihkannya generasi di zaman kita ini. Fitnah syahwat telah merata. Terpaan seksual datang silih berganti setiap hari. Media cetak serta elektronik berebut menampilkan gambar yang memancing birahi, sehingga pemuda-pemuda semakin penasaran.Usia pernikahan kian tertunda, sementara dorongan untuk menjalin hubungan dengan lawan jenis semakin tergugah. Marilah jujur pada diri sendiri. Tanyakan pada dirimu apakah sering kali kalian merasa kesepian? jika kerinduan-kerinduan halus tentang hadirnya seorang pendamping sering kalian rasakan, sementara di saat-saat lain kalian dilanda kegelisahan karena kesepian, ini telah cukup sebagai tanda bahwa kalian itu sudah saat nya mempersiapkan diri untuk menikah. Jangan membohongi bisikan nuranimu dengan mengatakan, "kalau kita memang aman dari godaan syahwat kan juga apa-apa menunda nikah".Mari kita tengok sebuah riwayat tentang Abdullah bin Mas`ud r.a, sahabat Nabi SAW ini biasa mebaca alqur`an, disamping memang dia hafidz Alquran.

Jika sudah membaca alquran, kata Al-Qasim bin Abdurrahman menceritakan, Ibnu bujangan?"selanjut nya, Ibnu Mas`ud berkata lagi,"Mendekatlah kesini, kemudian katanya " Ya Allah, Anugrahilah ana seorang wanita yang apabila kupandang dia membuatku senang, jika kusuruh dia menaatiku, dan jika ana meninggalkanya, dia menjaga dirinya dan hartaku"Melalui caranya mengajak para bujangan berdoa mohon istri salehah, Ibnu Mas`ud membangun orientasi nikah untuk para bujangan. Orientasi ini akan membentuk rasa tanggung jawab dan membangkitkan keberanian untuk menikah.Usia berapakah ideal untuk menikah?Pakar Psikologi, Diane E. Papalia dan Slly Wendkos Olds dalam buku Human Development (1995), mengemukakan bahwa usia terbaik untuk menikah bagi perempuan adalah 19-25 tahun, sedangkan bagi laki0laki usia 20-25 tahun seharusnya sudah menikah. Ini adalah usia terbaik untuk menikah. baik unruk memulai kehidupan rumah tangga maupun untuk menjadi pengasuh anak pertama (the first time parenting)Yang lebih menarik adalah temuan Campbell dan kawan-kawan bahwa yang paling bahagia diantara pasangan nikah, adalah pasangan nikah usia 20-1n (papalia & Olds, 1995).Ada canda yang menyegarkan hati dalam pernikahan dini. Berbicara tentang canda yang renyah, mengingatkan kita akan sebuah pesan Nabi.

Suatu ketika, seorang sahabat datang, (Abdullah bin zubair) menyampaikan kabar bahwa ia baru saja menikahi janda. Mendengar itu Rosululloh SAW, bersabda "Mengapa tidak dengan gadis yang ia bisa bermain dengan mu,kamu menggigitnya dan ia menggigitmu" (HR. AN-Nasa`i)Dalam hadist ini Rosululloh SAW menunjukan bahwa menikah dengan gadis akan membuat kita bisa bermain-main dengannya, bisa melemparkan canda yang menggoda sehingga tawa kecil yang manja akan menyegarkan suasana rumah tangga. Kita bisa mubsyarah "bermesraan" saat-saat bahwa dengan cubitan cinta sehingga letih dan penat yang kita rasakan stelah pulang beraktifitas dapat hilang tanpa bekas. Sesudahnya ada semangat yang bangkit dalam diri kita.Norman Sprinthall dan W.Andrew Collins mencatat dalam bukunya "Adolecent Psychology (1995) bahwa gejolak syahwat yang semula meledak ledak akan berubah menjadi stabil ketika menikah usia dini. Boleh jadi seorang suami memiliki hasrat sex yang sangat tinggi itu stabil dan mendapatkan muaranya untuk menemukan persentuhan agung secara teratur dan halal (legitimized),jiwanya akan tenang, emosinya akan berubah menjadi lebih positif, sehingga dapat mengembangkan potensi-potensi yang ada pada dirinya secara lebih optimal. Ini berarti bahwa pernikahan dini tidak menghambat pengembangan potensi diri, termasuk prestasi akademik.

Justru sebaliknya, pernikahan dini seharusnya memacu kita untuk lebih maju.Salah terget keberhasilan muda-mudi adalah kemandirian dalam hal keduniaan maupun ilmu agama. Alangkah baiknya jika pada saat memutuskan untuk menikah sudah dipersiapkan sgala sesuatunya. Kalau kita mandiri begitu menikah sudah siap segala-galanya, itu akan lebih baik. Tapi kalau masalah pernikahan dini dalam hal ini untuk menghindari pelanggaran, tidak bisa tidak, karena khawatir membayangkan keimanan, walaupun segi keuangan harus banting tulang, ya lebih baik menikah dari pada mengorbankan keimanan. Karena berapapun sulitnya mencari maisyah itu tidak seberapa berat daripada terjadi hal-hal yang mengakibatkan fatal dan lepasnya keimanan kita. semua itu tergantung situasi. Menikah itu harus ada perubahan dalam diri kita.

1. Harus siap menunjukan tanggung jawabnya, terutama masalah agama

2. harus terbuka bisa menuangkan masalah-masalah yang dirahasiakan

3. Mengembangkan sikap kedewasaan, termasuk bisa meramut dan menasehati anak istrinya, mencukupi kebutuhannya dll.

4. Menutupi rahasia rumah tangga, saling menutupi kekurangan masing-masing

5. Hidup bermasyarakat atau dalam istilah jawa berumah tangga itu harus "mlumah" saling terbuka "mengkurep", saling memberikan tanggung jawab.

5. Hidup bermasyarakat atau dalam istilah jawa berumah tangga itu harus "mlumah" saling terbuka "mengkurep", saling memberikan tanggung jawab.

Muhammad (p.b.u.h) The Prophet of Islam in Hindu Scriptures


by ~I LoVe RASULULLAH S.A.W~ on Tuesday, 14 September 2010 at 14:08
 
 
One Hindu research professor, in his stunning book, claims that thedescription of Avatar found in the holy books of Hindu religion isinfact that of the Prophet Muhammad (s.a.w). A little while ago, inIndia a fact revealing book has been published, which has been thetopic of discussions and gossip, all over the country. If the author ofthis book were a Muslim, he would have been arrested or he could havebeen murdered and all the copies of this book would have beenconfiscated. Even a ban would have been extended on its furtherpublications. A riot and violence would have broken out against nnocentMuslims and their blood would have been shed.Amazingly the author of this book is a fair-minded facous professor,who happens to be a Hindu. His name is Pandit Vedaprakash Upadhai andthe name of his fact revealing book is Kalki Avatar. The author is aHindu Bramin by caste of Bengali origin. He is a research sholar, aseeker of the Truth and a Well known Pandit in Allahabad University.After years of research.

According to Hindu belief and their holy books, the description of theguide and the leader, named Kalki Avatar, fits only to the ProphetMuhammad of Arabia (s.a.w). So the Hindus of the wole world should notwait any longer for the arrival of Kalki Avatar (the spirit) and shouldreadily accept Prophet Muhammad (s.a.w) as Kalki Avatar. The facts areverified and supported by the eight eminent pandits. What the author andthe eight other eminent pandits say is that the Hindus who are stillanxiously awaiting the arrival of Kalki Avatar are simply subjectingthemselves to a never ending wait. Because such a great messenger hascome and departed from this world fourteen centuries ago.

The author produces following sound evidences from the Vedas and otherholy books of Hindu religion in support of his claim :-

1. In Purana (a holy book of Hindus) it is stated that Kalki Avatarwould be the last messenger (prophet) of God in this world for theGuidance of the whole world and all human beings.

2. According to a Hindu religion prediction, the birth of KalkiAvatar, would take place in an isle which again according to Hindureligion is Arab Region.

3. In books of Hindus, the names of the fatherand the mother of KalkiAvatar are given as VISHNUBHAGAT and SUMAANI respectively. If we examinethe meanings of these names we shall come to a very interestingconclusion:

Take VISHNUBHAGAT= VISHNU (meaning God) + BHAGAT(meaning slave) =ALLAH + ABDUL (in arabic) = Slave of God = ABDULLAH (in arabic) (nameof Muhammad's Father) SUMAANI= PEACE or Calmness = amenah (in arabic)

4. In religious books of Hindus, it is mentioned that the staple foodof Kalki Avatar would be dates and olives and he would be the mosthonest and truthful person in the region. Without any doubt the ProphetMuhammad(s.a.w) is acclaimed to possess these qualities.

5. It is stated in Vedas (holy book of Hindu Religion) that the birthof Kalki Avatar would take place in an honorable clan. This perfectlyfits the Quraysh where the Prophet Muhammad (s.a.w) belonged to.

6. God would teach Kalki Avatar through His messenger (angel) in acave.Allah taught Prohet Muhammad (s.a.w), through is messenger Jibraeel ina cave known as Gaar-e-Hiraa.

7. God would avail Kalki Avatar with a very speedy horse to ride andtravel the whole world and the seven skies. Indication of Buraaque(horse) and Me'raaj (the night whe prophet travelled the seven skies).

8. God would also avail Kalki Avatar with divine help. This wasparticularly proved in the Battle of Uhud.

9. Another dazzling account given about Kalki Avatar was that he wouldbe born on the 12th of a month. Whereas the Prophet Muhammad (s.a.w)was born on the 12th of the Rabiul Awwal (Islamic Calender).

10. Kalki Avatar would be an excellent horse rider and a swordsman.The autor here draws the attention of Hindus that the real days ofhorses and swords have gone and the present time is of guns andmissiles. So it would be foolish on the part of those who still expectKalki Avatar, who should be an excellent rider and swordsman to come.In fact, the divine book, Holy Qur'aan contains qualities and signsattributed to Kalki Avatar reflecting on the Prophet Muhammad (s.a.w).

The author has given numerous arguments in favour of his claim thatKalki Avatar is in fact Prophet Muhammad (s.a.w) and those who stillawait the arrival of Kalki Avatar should think again.

Al Quran adalah pelengkap segala kitab sebelumnya seperti Taurat,Injil, Zabur dan Taurat dll.ALLAH HU AKBAR

malay version : http://keraspedal.blogspot.com/2009/09/nabi-muhammad-saw-dalam-kitab-hindu.html

CARILAH REZEKI YANG HALAL DAN AMALKAN SEBAB-SEBAB DIMURAHKAN REZEKI

CARILAH REZEKI YANG HALAL DAN AMALKAN SEBAB-SEBAB DIMURAHKAN REZEKI

by Bicara Ad-din on Monday, 24 May 2010 at 12:52
 
Bismillah, Walhamdulillah Wassalatu Wassalamu `Ala Rasulillah, Wa'ala Aalihie Wasahbihie Waman Walaah(Dengan nama Allah, Segala puji bagi Allah, Selawat dan salam ke atas Rasulullah Shallahu ‘alaihi Wasallam, keluarga, sahabat dan para pengikut Baginda)

Setiap individu memerlukan nafkah hidup bagi menyambung kehidupan seharian. Mencari nafkah adalah dituntut oleh Islam agar kita dapat meneruskan ibadat kepada Allah Subhanahu wa Ta‘ala. Untuk mendapatkan nafkah yang HALAL hendaklah dengan pekerjaan yang DIHALALKAN atau diharuskan. Berusaha mencari yang HALAL itu merupakan suatu yang diwajibkan oleh syarak sebagaimana tersebut dalam sebuah hadis Rasullullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam:



Maksudnya: "Mencari yang HALAL adalah wajib atas setiap Muslim” (Hadis riwayat ad-Dailami).

Terdapat banyak ayat al-Qur’an yang memerintahkan manusia supaya memakan REZEKI yang HALAL dan baik, antaranya:

Allah Ta‘ala telah berfirman:

Tafsirnya: "Wahai manusia! Makanlah sebahagian dari makanan yang ada di bumi ini, yang HALAL dan baik, dan janganlah kamu turuti jejak langkah syaitan, sesungguhnya syaitan itu adalah musuh kamu yang nyata” (Surah al-Baqarah:168).

Firman-Nya lagi:

Tafsirnya: “Dan makanlah dari REZEKI yang diberi Allah kepada kamu, iaitu yang HALAL lagi baik, dan bertakwalah kepada Allah yang kepadanya sahaja kamu beriman” (Surah al-Mâidah:88).

Dengan memakan yang HALAL itu akan menambahkan cahaya pada hati serta melembutkannya. Selain itu, ia akan menimbulkan kegentaran dan kekhusukkan terhadap kebesaran Allah Ta‘ala, mencergaskan seluruh anggota badan untuk beribadat dan melakukan ketaatan, mengurangkan kecenderungan hati kepada dunia dan menambah ingatan terhadap Hari Akhirat. Semua sifat-sifat tersebut akan menjadi sebab utama diterima amal soleh dan terkabulnya doa. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam pernah berkata kepada Sa‘ad bin Abi Waqqash Radhiallahu ‘anhu:



Maksudnya: "Pilihlah makanan yang HALAL, nescaya doamu dikabulkan”.

Zaman sekarang tidak dinafikan manusia berlumba-lumba mencari REZEKI untuk menampung kehidupan. Pelbagai usaha di atur untuk mendapatkannya, malah sebilangan orang ada yang berani melampaui batas-batas syarak dalam mencari REZEKI daripada pekerjaan yang haram seperti mencuri, menipu, mengamalkan rasuah, memakan riba dan berjudi.

Risiko orang yang memakan harta yang diperolehi dengan cara yang haram telah diberi peringatan oleh Rasullullah Shallallahu
‘alaihi Wasallam sepertimana disebutkan dalam beberapa hadis Baginda, antaranya Baginda bersabda:



Maksudnya: "Tidak akan memasuki Syurga daging yang tumbuh daripada yang haram” (HR.al-Imam Ahmad).

Sabda Baginda lagi:

Maksudnya: "Setiap daging yang tumbuh daripada yang haram, maka api Neraka lebih utama menerimanya” (HR.at-Thabrani).

Sabda Baginda lagi:

Maksudnya: “Barangsiapa yang mengumpul harta daripada jalan yang tidak HALAL, kelak apabila dia bersedekah dengan harta tersebut tidak akan diterima sedekahnya, dan jika dia membelanjakannya tidak akan diberkati perbelanjaannya dan jika ditinggalkannya sebagai harta pesaka, akan menjadilah harta itu sebagai kayu api yang kekal membakarnya di dalam Neraka” (HR.al-Imam Ahmad).

Ibnu al-Mubarak Rahimahullahu Ta‘ala berkata: “Menolak satu dirham yang ada syubhah adalah lebih dicintai Allah Subhanahu Wa Ta‘ala daripada bersedekah dengan seratus ribu dirham, kemudian ditambah lagi dengan seratus ribu yang lain, seratus ribu yang lain, hingga ia kira enam ratus ribu dirham”.

Sebab-sebab dimurahkan REZEKI
Ada di antara kita yang merasa gelisah kerana tidak mendapat REZEKI yang mencukupi untuk keperluan hidup walhal dia telah berusaha dengan bersungguh-sungguh. Perlulah diingat bahawa Allah Subhanahu wa Ta‘ala yang menganugerahkan REZEKI kepada mereka yang dikehendaki-Nya. Firman Allah Ta‘ala:



Tafsirnya: "Allah Maha Lembut tadbirNya (serta melimpah-limpah kebaikan dan belas kasihanNya) kepada hamba-hambaNya; Dia memberi REZEKI kepada sesiapa yang dikehendakiNya (menurut peraturan yang telah ditetapkan), dan Dialah Yang Maha Kuat, lagi Maha Kuasa” (Surah asy-Syura:19).

Kita perlu sedar juga bahawa cukup atau tidak REZEKI yang kita terima itu bukanlah diukur dengan kuantitinya semata-mata, tetapi yang penting ialah keberkatannya. Tanpa keberkatan ini REZEKI yang banyak sekalipun manusia tidak akan merasa cukup dan puas.

Dalam Islam terdapat beberapa sebab yang boleh mendatangkan REZEKI yang luas jika kita mengamalkannya. Di antara sebab-sebab itu adalah seperti berikut:

1) BERTAKWA Kepada Allah Subhanahu Wa Ta‘ala
BERTAKWA kepada Allah Ta‘ala itu ialah dengan mentaati segala perintahNya, dan meninggalkan apa yang dilarangNya. Orang yang tidak mentaati Allah Subhanahu wa Ta‘ala iaitu mengingkari suruhan dan laranganNya, bererti orang itu tidaklah tergolong daripada orang-orang yang BERTAKWA.

Bagi orang-orang yang BERTAKWA ini, Allah Subhanahu wa Ta‘ala menjanjikan kepada mereka limpahan REZEKI, malah Allah Subhanahu wa Ta‘ala mengurniakan kepada mereka jalan keluar daripada segala kesusahan. Ini jelas seperti Firman Allah Ta‘ala:

Tafsirnya: “Dan sesiapa yang BERTAKWA kepada Allah (dengan mengerjakan suruhanNya dan meninggalkan laranganNya), nescaya Allah akan mengadakan baginya jalan keluar (dari segala perkara yang menyusahkan), (2) Serta memberinya REZEKI dari jalan yang tidak terlintas di hatinya” (Surah ath-Thalaq:2-3).

Ayat di atas menerangkan bahawa sesiapa yang BERTAKWA kepada Allah Ta‘ala dengan mengerjakan perintahNya dan meninggalkan laranganNya, maka Allah jadikan urusannya ada jalan keluar dan REZEKI yang tidak terlintas dihatinya.

Dalam ayat yang lain, Allah Subhanahu wa Ta‘ala telah melimpahkan keberkatanNya dari langit dan bumi kepada orang-orang yang beriman dan BERTAKWA sepertimana firmanNya:

Tafsirnya: “Dan (Tuhan berfirman lagi): Sekiranya penduduk negeri itu, beriman serta BERTAKWA, tentulah Kami akan membuka kepada mereka (pintu pengurniaan) yang melimpah-limpah berkatnya, dari langit dan bumi. Tetapi mereka mendustakan (Rasul Kami), lalu Kami timpakan mereka dengan azab seksa disebabkan apa yang mereka telah usahakan” (Surah al-A‘raf:96).

Ayat di atas menerangkan tentang sebuah penduduk negeri yang tidak beriman apabila diutuskan kepada mereka seorang Rasul. mereka telah dijanjikan oleh Allah Ta‘ala keberkatan REZEKI kepada mereka dari langit dan bumi dari sumber hujan dan
tumbuh-tumbuhan jika mereka beriman dengan kedatangan Rasul itu, mempercayainya, mengikutinya dan BERTAKWA dengan membuat ketaatan dan meninggalkan perkara yang haram. Akan tetapi, mereka telah mendustakan Rasul itu maka Allah Ta‘ala menimpakan kepada mereka kebinasaan disebabkan keengganan mereka untuk beriman, BERTAKWA dan perlakuan dosa serta perkara haram yang mereka telah lakukan.

Maka jelaslah bertakwa kepada Allah Ta‘ala adalah di antara penyebab diperluaskan REZEKI.

2) BERTAUBAT Dan BERISTIGHFAR
BERTAUBAT ialah meninggalkan dosa kerana keburukkannya, merasa menyesal setelah melakukannya dan berazam untuk tidak
melakukannya. Jika berhubung-kait dengan hak orang lain, maka hendaklah disertai dengan memohon maaf kepada orang itu agar
diampunkan daripada dosa yang telah dilakukan terhadapnya dan mengembalikan hak orang yang telah dizaliminya.

BERTAUBAT dengan segera daripada segala maksiat hukumnya adalah wajib sebagaimana yang disepakati oleh para ulamak. Sama ada BERTAUBAT daripada dosa kecil mahupun dosa besar. Ketika BERTAUBAT ini, disunatkan BERISTIGHFAR kepada Allah Ta‘ala daripada setiap dosa yang dilakukan.

Jika dosa itu antara hamba dengan Allah, yang tidak ada sangkut pautnya dengan hak manusia maka syaratnya ada tiga, jika salah satunya hilang, maka taubatnya tidak sah iaitu:

1. Hendaknya menjauhi maksiat tersebut.
2. Menyesali perbuatan (maksiat)nya.
3. Berusaha untuk tidak mengulanginya lagi.

Jika taubat itu berkaitan dengan manusia maka syaratnya ada empat iaitu ketiga-tiga syarat di atas dan tambahan yang keempat iaitu:

1. Hendaknya menjauhi maksiat tersebut.
2. Menyesali perbuatan (maksiat)nya.
3. Berusaha untuk tidak mengulanginya lagi.
4. Hendaknya membebaskan diri dengan memenuhi hak orang tersebut. Jika berbentuk harta benda maka hendaklah dia mengembalikannya. Jika berupa Qisas maka hendaklah dia memberitahu dan memberi kesempatan untuk orang itu membalasnya dan meminta maaf kepadanya. Jika berupa ghibah (mengumpat) maka ia harus meminta maaf.

Dalam al-Qur’an ada disebutkan bahawa BERTAUBAT dan BERISTIGHFAR adalah di antara sebab diperluaskan REZEKI. Firman Allah Ta‘ala:

Tafsirnya: "Dan wahai kaumku! Mintalah ampun kepada Tuhan kamu, kemudian BERTAUBATLAH kepadaNya; supaya Dia menurunkan hujan lebat kepada kamu serta menambahkan kamu kekuatan di samping kekuatan kamu yang sedia ada; dan janganlah kamu berpaling daripada seruanku dengan terus menerus melakukan dosa (yang mendatangkan kebinasan)” (Surah Hud:52).

Ayat ini menerangkan bahawa Nabi Hud ‘alaihissalam telah memerintahkan kaumnya iaitu kaum ‘Aad untuk BERISTIGHFAR dan
BERTAUBAT supaya dikurniakan hujan yang lebat dan diampunkan dosa yang telah lalu iaitu dosa menyekutukan Allah dan
menyembah berhala, kerana sesiapa yang BERTAUBAT dan BERISTIGHFAR maka akan dimurahkan Allah Ta‘ala REZEKINYA, dan dipermudahkan urusannya dan mendapat perlindungan daripadaNya jua dalam keadaan negeri yang kering kontang kerana
ditimpa kemarau, hujan memang menjadi sebesar-besar rahmat.

Begitu juga dengan memohon ampun kepada Allah Ta‘ala akan mendapat REZEKI sepertimana disebutkan dalam al-Qur’an. Firman Allah Ta‘ala:

Tafsirnya: "Sehingga aku (Nabi Nuh) berkata (kepada mereka): “Pohonkanlah ampun kepada Tuhan kamu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. (10) (Sekiranya kamu berbuat demikian), Dia akan menghantarkan hujan lebat mencurah-curah, kepada kamu; (11) Dan Dia akan memberi kepada kamu dengan banyaknya harta kekayaan serta anak–pinak; dan Dia akan mengadakan bagi kamu kebun-kebun tanaman, serta mengadakan bagi kamu sungai-sungai (yang mengalir di dalamnya)” (Surah Nuh:10-12).

Tersebut di dalam Tafsir al-Qurthubi satu riwayat bahawa beberapa orang lelaki pernah datang mengadu kepada al-Hasan al-
Bashri Rahimahullah, seorang dari kalangan tabi‘en mengenai masalah mereka; ada yang mengadu masalah kemarau, ada yang
mengadu tentang kefakiran, ada yang mengadu ingin dikurniakan anak dan ada yang mengadu kebunnya kering. Hasan menyuruh
mereka semua supaya BERISTIGHFAR kepada Allah. Lalu apabila ditanya kepada beliau (al-Hasan al-Bashri Rahimahullah) kenapa perlu BERISTIGHFAR? Hasan al-Bashri Rahimahullah pun menjawab: "Sesungguhnya itu adalah firman Allah Ta‘ala dalam Surah Nuh”.

Maka jelaslah bahawa firman Allah Ta‘ala dalam Surah Nuh dan Surah Hud adalah sebagai dalil yang nyata bahawa mengamalkan ISTIGHFAR itu adalah di antara sebab dilimpahkan REZEKI seperti hujan.

Tambahan lagi Rasullullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam pernah bersabda, bahawa sesiapa yang selalu BERISTIGHFAR maka dilimpahkan oleh Allah Ta‘ala REZEKI yang tidak terlintas dihatinya. Ibnu ‘Abbas Radhiallahu ‘anhu meriwayatkan bahawa
Rasullullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda:

Maksudnya: “Barangsiapa yang selalu mengamalkan ISTIGHFAR, Allah jadikan baginya bagi setiap kesempitan jalan keluar dan bagi setiap kesusahan itu kelapangan dan memberikannya REZEKI yang tidak terlintas di hatinya” (HR.Abu Daud).

3) BERTAWAKKAL
TAWAKKAL ialah berserah diri kepada Allah Ta‘ala dan berpegang teguh kepadaNya dalam semua perkara-perkara yang wajib. Perintah BERTAWAKKAL ada disebutkan dalam al-Qur‘an sepertimana firman Allah Ta‘ala:

Tafsirnya: "Kepada Allah sahajalah hendaknya orang-orang yang beriman itu BERTAWAKKAL” (Surah Ali-‘Imran:122).

Perkara BERTAWAKKAL sebagaimana yang disebutkan dalam al-Qur‘an dan hadis Rasullullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam adalah di antara sebab diperluaskan REZEKI. Firman Allah Ta‘ala:

Tafsirnya: “Dan (ingatlah), sesiapa berserah diri bulat-bulat kepada Allah, maka Allah cukuplah baginya (untuk menolong dan menyelamatkannya). Sesungguhnya Allah tetap melakukan segala perkara yang dikehendakiNya. Allah telah pun menentukan kadar dan masa bagi berlakunya tiap-tiap sesuatu” (Surah ath-Thalaq:3).

Dalam hadis disebutkan, Sayyidina ‘Umar bin al-Khaththab Radhiallahu ‘Anhu berkata bahawa Rasullullah Shallallahu ‘alaihi
Wasallam bersabda:

Maksudnya: “Jika sesungguhnya kamu BERTAWAKKAL kepada Allah Ta‘ala dengan sebenar-benar TAWAKKAL, maka akan diberikan REZEKI kepada kamu sepertimana REZEKI yang diberikan kepada seekor burung yang menjamu makanan di awal pagi ketika sedang lapar dan kembali setelah perut penuh (iaitu sesudah merasa kenyang)” (HR.at-Tirmidzi).

Hadis di atas menerangkan bahawa jika seseorang itu benar-benar BERTAWAKKAL kepada Allah Ta‘ala dengan keyakinan bahawa Allah Ta‘ala yang melakukan semua itu dan tiada yang memberi REZEKI melainkan Allah Ta‘ala jua dan tiada yang berkuasa menghalang melainkan Allah Ta‘ala jua di samping berusaha bersungguh-sungguh dengan BERTAWAKKAL, nescaya akan dilimpahkan REZEKI sepertimana REZEKI yang dilimpahkan kepada burung.

4) Menghubungkan SILATURRAHIM
Menghubungkan SILATURRAHIM juga adalah di antara sebab-sebab dimurahkan REZEKI. Dalil mengenai perkara itu banyak disebutkan dalam hadis-hadis Rasullullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam, antaranya ialah hadis yang diriwayatkan daripada Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, bahawa sesungguhnya Rasullullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda:

Maksudnya: “Barangsiapa yang suka dimurahkan REZEKINYA dan dipanjangkan umurnya maka hendaklah dia mengeratkan hubungan kekeluargaannya (SILATURRAHIMNYA)” (HR.Muslim).

Maka hadis di atas menerangkan bahawa menghubungkan SILATURRAHIM itu memberikan natijah (kesudahan) yang baik seperti diperluaskan REZEKI dan dipanjangkan usia.

Ulamak bersepakat mengatakan bahawa mengeratkan SILATURRAHIM sesama saudara hukumnya adalah wajib. Kewajipan mengeratkan SILATURRAHIM itu juga disandarkan dengan rasa keimanan kepada Allah Ta‘ala sebagaimana disebutkan dalam hadis Rasullullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam, Baginda bersabda:

Maksudnya: “Dan siapa yang beriman dengan Allah dan Hari Akhirat maka hendaklah dia mengeratkan hubungan kekeluargaannya (SILATURRAHIMNYA)” (HR.Bukhari).

Sementara hukum memutuskan SILATURRAHIM pula adalah haram dan dikira sebagai melakukan maksiat besar dan mendapat laknat daripada Allah Subhanahu wa Ta‘ala, sebagaimana firmanNya:

Maksudnya: “(Kalau kamu tidak mematuhi perintah) maka tidakkah kamu harus dibimbang dan dikhuatirkan jika-kamu dapat memegang kuasa-kamu akan melakukan kerosakan di muka bumi, dan memutuskan hubungan SILATURRAHIM dengan kaum kerabat? (Orang-orang yang melakukan perkara-perkara yang tersebut) merekalah yang dilaknat oleh Allah serta ditulikan pendengaran mereka, dan dibutakan penglihatannya” (Surah Muhammad:22-23).

Manakala akibat orang yang memutuskan SILATURRAHIM pula, tidak akan masuk Syurga, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam:

Maksudnya: "Tidak masuk Syurga orang yang memutuskan hubungan kekeluargaan” (HR.Muslim).

Antara cara untuk mengeratkan hubungan SILATURRAHIM ialah dengan memberi harta, memberi bantuan dan pertolongan dalam menyampaikan hajat, menolak kemudharatan, memberi keceriaan muka atau keramahan, mendoakan, memenuhi dengan apa yang termampu daripada perkara kebajikan dan menolak apa yang termampu daripada keburukan.

Sementara bagi mereka yang jauh bolehlah juga berhubung dan berkirim salam dengan berutus surat, akan tetapi jika mampu adalah afdhal untuk menziarahi mereka.

Dalam kitab Bujairimi ‘Ala al-Khathib disebutkan bahawa mengeratkan SILATURRAHIM adalah di antara sebab-sebab mendapat REZEKI yang berkat dan dipanjangkan umur.

Penutup
Sebagai kesimpulan tidak diragukan lagi bahawa apa yang diterangkan dalam al-Qur’an dan hadis bahawa:
1. BERTAKWA kepada Allah Ta‘ala
2. BERTAWAKKAL
3. BERISTIGHFAR dan memohon ampun (BERTAUBAT) kepadaNya
4. Menghubungkan SILATURRAHIM
adalah di antara penyebab seseorang hamba itu dikurniakan limpahan REZEKI dan keberkatannya. Maka sayugialah kita berusaha untuk beriltizam dengan perkara-perkara ini, kerana selain ia penyebab atau faktor yang boleh mempeluaskan REZEKI, amalan-amalan itu juga adalah amalan yang dituntut dan disukai Allah Ta‘ala.

RENUNGAN: PERIHAL REZEKI
Padahal awal2 lagi dalam "Kitab Umum-Jilid 9, Bab REZEKI, JODOH & AJAL (PERKARA YANG EMPAT), m/s.4" ada mengatakan seperti dibawah:

REZEKI
Adapun REZEKI itu terbahagi kepada empat perkara, iaitu:

1. REZEKI SYAITAN
Yakni mereka yang mendapat REZEKI dengan secara maksiat seperti mencuri, menipu, menyamun dan segala cara-cara REZEKI yang tidak HALAL pada Hukum Islam, tetapi dia hidup dengan REZEKI itu. Pendek kata segala apa jua REZEKI yang didapati seseorang sepertimana cara SYAITAN mendapatkan REZEKINYA atau kerana ada ilmunya meminta pertolongan daripada SYAITAN supaya dia hidup dengan REZEKI yang banyak, maka itulah dinamakan REZEKI SYAITAN.

2. REZEKI JIN
Adapun REZEKI JIN itu kerana ada ilmunya meminta pertolongan daripada JIN supaya dia hidup dengan REZEKI yang mewah. Setengah-setengahnya minta pertolongan daripada pawang-pawang yang menyimpan JIN supaya hidupnya laris. Pendek kata segala apa jua REZEKI adalah bergantung kepada JIN-JIN yang ghaib, maka itulah dinamakan REZEKI JIN.

3. REZEKI MALAIKAT
Yang dikatakan REZEKI MALAIKAT itu dia Sembahyang Hajat, kemudian bermohon kepada MALAIKAT dan dia berdoa melalui MALAIKAT, misalnya dia bermohon kepada MALAIKAT MIKAIL yang memegang REZEKI. Pendek kata, siapa yang memohon daripada MALAIKAT, maka REZEKINYA dinamakan REZEKI MALAIKAT.

4. REZEKI ALLAH
Makan REZEKI ALLAH itu yang datang dari ALLAH menurut apa yang tertulis di dalam Loh Mahfuz. Bagi mendapatkan REZEKI ALLAH ini, seseorang itu hendaklah rajin dalam usahanya, hendaklah bekerja kuat dan tidak boleh berpeluk tubuh. REZEKI secara ini sebahagian daripadanya datang melalui otak fikiran manusia, ada sebahagian yang datang melalui suara manusia dan ada juga sebahagian yang lain yang mendatang melalui kaki tangan manusia, masing-masing dengan cara-caranya sendiri.

Adapun, REZEKI SYAITAN adalah REZEKI yang HARAM..
REZEKI JIN adalah REZEKI yang ada HALAL & ada HARAM..
REZEKI MALAIKAT adalah REZEKI yang HALAL..
REZEKI ALLAH adalah REZEKI yang HALAL lagi berkat..

Renungkanlah dari cabang mana satu datangnya REZEKIMU itu ?????

Birds of a feather flock together..

....

by Allhumdulilah For Everything! on Thursday, 09 September 2010 at 14:51
It is very important for every Muslim to make sure that his choice of friends and the company he keeps is correct. It has been proven through experience that habits and behaviour of friends and associates slowly manifest in an individual.

Without realizing, a person begins to adopt the style and behaviour of his friends. We are all witness to this fact. Sadly, I can recall many incidents where those who were pious, religious and of good character lost all their good qualities because they kept company and associated with an inappropriate circle of friends.

I have also seen others who were drowning in sin and evil, who underwent a complete revolution in their lives after adopting the company of a pious person of huge moral standards.

Rasullullah has advised, “A person is on the way of his life friend. Therefore, he should think very carefully whom he is making a friend with.” (Tirmidhi, Abu Dawood)


We need friends who are sincere, genuine and true and also true in their friendship. Those who care for our well-being from every aspect are true friends.

Whereas on the other hand, worldly friends are not only a waste of time, but also on the day of Qiyamah, they will be a means of destruction.

The Quran says:

“All friends on the day of Qiyamah will be enemies of one another except the God fearing.”

(Mutaqeen) (43:67)

Here, the Quran is not saying that friends will not help or benefit each other on that day, it is saying something much stronger, that friends who were not God-fearing will be the enemies of each other on the day of Qiyamah.

Friends in the hereafter will regret making irreligious people their friends.

Allah Taala says in the Quran, “Ah, woe to me! Would that I had never taken so-and-so as a Khaleel (intimate friend)! He indeed let me astray from the reminder (This Quran) after it and came to me. And Shaytaan is ever a deserter to man (in the hour of need).” (25; 28-29)

This will be the cries of the people.

Further, Allah says:

“Our Lord! These misled us, so give them a double torment of the fire. He will say for each one is a double torment but you know not.” (7:38)

My dear friends, today we feel proud of having an elder friend who follows the path of evil. We forget that this role model of ours who is teaching us to sell drugs, to take drugs, to bully and oppress people, disobey parents and to fall prey to evil desires, is in fact taking us to hell!

Our true and only friend should be Allah but in order to attain such high stage, one needs to make good, pious people his friends.

A great point I would like to raise is the amount we hurt the hearts of our parents? How much pain do they suffer because of us?

In this day and age, friends have become more precious and valuable than our parents. For our friends, we are ready to sacrifice everything and everybody. However, one needs only to experience a tragedy to recognize a true friend.

For example: Go and sit in prison (or without having money) for a while and see how many friends come and visit. It is here that one appreciates the true love of parents.

After being sentenced to jail, the convict holds tight to his parents and cries, and says that now I realize you are only my true friends and you will see many changes in my life after I come out. This is said after going to jail because it is only our families that care enough to visit.

If friends come, then how many times do they return? They come once, twice, at the most three times, then you then find yourself sitting in jail alone, crying and you will come to understand that none is interested in coming to see you except your parents, brothers and sisters.

The poor father who you used to swear at and give abuse to. That same father who you did not even want to see or talk with, visits you every week. He takes up the cost of the lawyer, worries about the cause, and your well being.

Similarly the mother suffers sleepless nights. They do everything for you despite your torturing them in the past.

My brothers, please, for Allahs sake, pay attention to these facts and realities I am trying to put forward to you.

Beware! The prison sentence may be over in a few months, years, but the prison sentence of the hereafter may be eternal.

In the Quran, it states:

“That day shall man flee from his brother, from his mother and his father. And from his wife and his children. Every man that day will have enough to make him careless of others.” (80:34:37)

Please give this little advice of mine space in your heart. I am saying these words for our benefit with heartfelt concern from the depth of my heart.

May Allah save us all and give us the ability to act upon whatever we have just read.

Part 2:

Muslim College Life:

Dating, Drinking and Deen


Freedom. Young people live for the day when they can move out of the house and go to college and finally be free. Freedom from their parents, from restrictions on their lifestyle, from everyone telling them what to do.

This is why in college you find a whole generation that does what they want. Life's short they say, let's enjoy ourselves while we can.

So it goes for Muslims. In college you find the most amazing things, Muslims who don't pray, Muslims who date , go out to parties and drink.

Why is this happening?

For one, when students go off to university they finally realize that what they beleived in was blind. Religion becomes like a fairytale, when they got old enough, they knew better than to believe in it.

Most have little knowledge about Islam and have maybe memorized the right rituals to get by. Why beleive something on faith, they ask. After all we cannot see heaven or hell. How do we know Islam is right anyway?

Islamic culture to them means marrying someone they never knew. It means arranged marriages and never hanging out or having fun.

For girls Islamic culture has even less to offer. It would mean double standards or having to serve a husband the rest of her life.

The western alternative to this looks alot more attractive.

In western culture "love and romance" are supposedly everywhere. Everyone is out looking for love freely. Meeting someone, going out, seeking pleasure sounds alot better.

But what about the downside? For love at first sight, you need to have the right image, the right hair, the right clothes.

Girls have to aspire to be like the latest supermodels, they have to hold back age. Who's going out with who, what are my friends thinking, what will happen if I don't get the right girl or guy, what is my girlfriend or boyfriend thinking, all become important.

Frustration, desperation, and unhappiness become the norm.

Imagine all the heartache youth would save if they followed the Islamic alternative.

In true Islam, unlike culture, there is no gameplaying. If two people wish to be involved they are both straight with one another.

Unlike what goes on today amongst some Muslims, they both meet each other and make a contract to marry. Women are treated with respect, there is no sexual bombardment like there is in western society. Sex in western culture is also often seen as a vice or a sin of the flesh. But even in religious Islam, sex is seen as natural. As long as it is in the right circumstances, when the two are committed to one another in marriage.

Drinking in college is also the norm unfortunately. If you don't drink or party you're seen as weird. Drinking is cool and a way for people to socialize, meet and have fun. The one who doesn't is less of a person and 'misses out'. Drinking and all the harms that come with it is cut off at the root in Islam. So many problems are avoided, accidents, pregnancy, violence and even rape for example.

In college and in the world, success in life is not seen in terms of religion. It is seen as what other people think, one's careers, how much money they make. If you are religious you must have failed at life. But why do we have this seperation? and this blindness in religion?

The Quran tells us again and again not to have blind faith, not to folllow the religion of our forefathers.

Yet, we as Muslims have stopped thinking. We may think about what our friends or other people will say, but we avoid thinking about the real issues.

We spend so much time on the opposite sex, thinking about careers, money etc, but we forget to think about death and how much of this we will really be able to take with us?

"Every soul shall have a taste of death and only on the Day of Judgement shall you be paid your full recompense.. .for the life of this world is but goods and chattels of deception"

(Quran 3:185)

Shouldn't we take the time to comtemplate what will happen to us after we hit the grave? After all, what is the point of life if we are not accountable for our actions? If there is no creator, what is the point of being honest or good.

If we really look at our life we see that everything is indefinate, getting a job, even living until tomorrow. In fact we could die anytime, this is a definate, the _only_ dead certain thing in our life.

Most of us believe we can make up for our actions later or we can be religious later.

We are gambling.

The chances of our dying today are little, but the stakes are high. Allah reminds us of the importance of this,

"O you who beleive, obey Allah as he should be obeyed, and die not except in a state of Islam"

(Quran3:102)

Each of us needs to decide.

On the Day of Judgement it will be us alone who will be asked about our actions.

"Verily We have revealed the Book to thee in truth, for (instructing) mankind. He, then that receives guidance beinfits his own soul: but he that strays injurs his own soul..."

(Quran 39:41)

This is the true definition of freedom. To learn about Islam and the world openly. To contemplate about life and death. And after learning the truth, obeying the word of God.

"Those on whom knowledge has been bestowed may learn that the (Quran) is the truth from your Lord, and that they beleive therein, and their hearts may be made humbly (open)to it..."

(Quran 22:54)

Once students have this rock-solid intellectual beleif in Islam, the corruptness and falseness of the people around them is clear. The beauty and wisdom of the islamic way, the best alternative is clear. What other's do is of less importance. If others think they were weird to pray or weird to be honest, they would still pray and still be honest because they know their deen.

Our Quran's are left on the top shelves, gathering dust. Sometimes the most it is read is when someone dies. How is this to help, when the guidance comes too late. The Quran is for the living. The path to understanding and following Islam comes from learning first.

How many of us are Muslim, yet have never read the Quran in our native language?

How many of us are Muslim, yet have yet to open a book on hadith or sunnah?

How many of us defend Islam to non-Muslims, but do not follow it ourselves?

May Allah forgive and lead us and all those lost to the straight path.

InshaAllah.

Ameen.

Did the prophet Muhammad (saws) make Islam for Power and Money?

by Allhumdulilah For Everything! on Sunday, 19 September 2010 at 19:55
One of the most common argument that is thrown against the blessed prophet Muhammad is that a lot of the Quran is simply made up by him, and that it is simply meant to satisfy his own personal desires, for instance the critic argues that the prophet Muhammad simply created Islam in order to become a powerful leader who could get whatever he wanted to.

Well this argument is very easy to debunk, all we have to do is quote an authentic hadith which reports a very interesting incident that occurred between the pagans the prophet Muhammad himself, the report is as follows:
Yazid b. Ziyad from Muhammad b. Ka'b al-Qurazi told me that he was told that Utba b. Rabi'a, who was the chief, said one day while he was sitting in the Quraysh assembly and the apostle was sitting in the mosque by himself, 'Why should I not go to Muhammad and make some proposals to him which if he accepts in part, we will give him whatever he wants, and he will leave us in peace' This happened when Hamza had accepted Islam and they saw that the prophet's followers were increasing and multiplying. They thought it was a good idea, and Utba went and sat by the prophet and said,
'O my nephew, you are one of us as you know, of the noblest of the tribe and hold a worthy position in ancestry. You have come to your people with an important matter, dividing the community thereby and ridiculing their customs, and you have insulted their gods and their religion, and declared that their forefathers were unbelievers, so listen to me and I will make some suggestions, and perhaps you will be able to accept one of them.' The apostle agreed, and he went on,
"If what you want is money, we will gather for you out of our property so that you may be the richest of us; if you want honour, we will make you our chief so that no one can decide anything apart from you; if you want sovereignty, we will make you king, and if this ghost which comes to you, which you see, is such that you cannot get rid of him, we will find a physician for you, and exhaust our means in getting you cured of it', or words to that effect.


The apostle listened patiently, and then said: "Now listen to me, In the Name of God, the compassionate and merciful, H.M., a revelation from the compassionate, the merciful, a book whose verses are expounded as an Arabic Quran for a people who understand, as an announcement and warning, though most of them turn aside not listening and say, "Our hearts are veiled from that to which you invite us.'''' Then the apostle continued to recite it to him. When Utba heard it from him, he listened attentively, putting his hands behind his back and leaning on them as he listened. Then the prophet ended at the prostration and prostrated himself, and said, "You have heard what you have heard, Abu Al Walid; the rest remains with you.'


When Utba returned to his companions they noticed that his expression had completely altered, and they asked him what happened. He said that he had heard words such as he had never heard before, which were neither poetry, spells, nor witchcraft. 'Take my advice and do as I do, leave this man entirely alone for, by God, the words which I have heard will be blazed abroad. If (other) Arabs kill him, others will have rid you of him; if he gets the better of the Arabs, his sovereignty will be your sovereignty, his power your power, and you will be prosperous through him.' They said, ?He has bewitched you with his tongue.' To which he answered, 'You have my opinion, you must do what you think fit.' (Alfred, Guillaume. The Life of Muhammad, A Translation of Ibn Ishaq's Sirat Rasu Allah. Oxford University press, 2002. PP. 131-132)


So notice what the pagans did, they sent a representative to try and negotiate with the prophet Muhammad, they offered him power, money, and anything he wanted! If the Prophet Muhammad's goal was for all of these things then why didn't he accept it, it was mission accomplished if we are to believe the critics argument. The prophet Muhammad completely rejected the offer, and he rejected it in the most beautiful manner, by reciting the Quran, to show them that this is the truth, and the truth cannot be compromised for anything, and that it isn't about money or power, it's about salvation and bringing people back to the straight path of God.
So no, the prophet Muhammad was not out for money, power, or to become a king, if he was, then he would have accepted this offer, rather he rejected it and went through so much trouble, hardship, pain, and losing many friends to death for the truth of Islam. To continue to make the claim that the prophet Muhammad was simply out for fame and fortune is beyond weak, it holds no substance, and is completely refuted by the facts.

And Allah Knows Best!