Pages

Monday 26 September 2011

ahmadiyah berulah (potret kelalaian penguasa menjamin rasa keadilan umat islam indonesia)


ahmadiyah berulah (potret kelalaian penguasa menjamin rasa keadilan umat islam indonesia)

by Adzkia Al Khilafah on Tuesday, 08 February 2011 at 11:25
SyariahPublications.com —

Bentrok fisik kembali pecah antara masyarakat dengan jemaat Ahamdiyah. Kali ini terjadi sekitar pukul 10.30 Wib hari Ahad (6/2/2011), di kampong Pasir Peuteuy, Desa Umbulan, Kecamatan Cikeusik, Kabupaten Pandeglang, Banten. Ada 3 tewas dan sejumlah lainya luka-luka akibat bentrokan, dan dari beberapa sumber informasi yang bisa dipercaya pemicu bentrokan akibat adanya sikap dan pernyataan yang provokatif  dari jemaat Ahmadiyah terhadap masyarakat setempat. Kapolri Timur Pradopo menyatakan para penentang Ahmadiyah adalah warga setempat dan sementara Jemaat Ahmadiyah  dibantu  sekitar 15 orang yang disinyalir datang dari Bekasi (Republika, 7/2).  Bahkan sebagian media memberitakan  sekitar 20 orang lebih datang dari Jakarta  dengan  maskud  mengamankan aset Ahmadiyah dan membela jemaat Ahmadiyah sampai titik darah penghabisan.

Kasus bentrok fisik diatas adalah kesekian kalinya, yang sebelumnya juga terjadi di Kuningan Jawa Barat, Mataram, Bogor  dan lainya. Dalam kasus diatas, Kepala Polri Jenderal (Pol) Timur Pradopo meminta kepada masyarakat agar melihat kasus penyerangan Kampung Peundeuy, Desa Umbulan, Cikeusik, Pandeglang, Banten sebagai kasus kriminal murni tanpa mengkaitkan dengan kelompok atau aliran tertentu. Demikian diungkapkan Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri, Komjen Ito Sumardi, Senin (7/2/2011), di Mabes Polri, Jakarta (Kompas.com,7/2).

Memunculkan Polemik

Akhirnya  peristiwa diatas mendapatkan sorotan dari berbagai pihak, baik pemerintah, tokoh Agama, Ormas, LSM dan masyarakat luas pasca sebagian media elektronik dan cetak mengekspos secara masif.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sendiri meminta semua pihak agar kembali pada kesepakatan yang termaktub dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama dan Jaksa Agung. Hal itu diungkapkan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Agung Laksono  Minggu (Antara,7/2).

Dan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Djoko Suyanto membacakan tujuh poin sikap pemerintah usai rapat tertutup dengan Kapolri Timur Pradopo, Jaksa Agung Basrief Arief, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi dan Menteri Agama Suryadharma Ali di Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Jakarta, Minggu (6/2/2011) malam,(kompas.com, 7/2).
Poin penting diantaranya adalah poin ke tiga; kepada semua pihak baik dari warga Ahmadiyah dan pihak masyarakat lain harus tetap mentaati kesepakatan-kesepakatan bersama yang dibuat tanggal 14 Januari 2008 yang terdapat ada 12 butir kesepakatan dan Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung dan Mendagri Tahun 2008.Dan point keempat; kepada segenap warga Ahmadiyah agar memahami dan mentaati kesepakatan bersama tanggal 14 Januari 2008 serta kesepakatan bersama tahun 2008. Kepada warga lain, diminta untuk tidak melakukan tindakan-tindakan kekerasan terhadap warga Ahmadiyah. Apabila ada perselisahan ataupun permasalahan harus disalurkan dan diselesaikan melalui Tim Koordinasi Pengawasan Kepercayaan Masyarakat (PAKEM) yang ada di setiap daerah yang diketuai Kejaksaan.

Dan saat ini sebagian besar umat Islam tidak habis pikir, kenapa kasus Ahmadiyah tidak kunjung usai? Kenapa pemerintah tidak tegas terhadap Ahmadiyah dengan payung UU yang ada? Padahal sejak tahun 2008 pemerintah juga sudah mengeluarkan SKB (surat keputusan bersama) yang bernomor: 3 tahun 2008, Nomor: KEP-033/A/JA/6/2008/ Nomor;199 Tahun 2008, yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 9 Juni 2008 di tanda tangani Menag, Jaksa Agung dan Mendagri. Bahkan MUI sendiri telah mengeluarkan  fatwa kesesatan Ahmadiyah sejak 1 Juni 1980/17 Rajab 1400H, Rabithah Alam Islami (RAI, Lembaga Muslim Dunia) juga lebih awal megeluarkan fatwa sesatnya Ahmadiyah sejak tahun  1974. Wajar kalau kemudian muncul opini miring, pemerintah tidak konsisten dan sengaja melakukan pembiaran atas gesekan-gesekan fisik masyarakat dengan Ahmadiyah. Bahkan seakan “isu Ahmadiyah” sengaja di pelihara dan dijadikan komoditas politik dan kepentingan kelompok tertentu.

Jika kembali ke substansi SKB yang berisi  7 point keputusan, terlihat jelas bahwa pemerintahlah yang  paling besar peran dan fungsinya untuk menyelesaikan. Bola di tangan Presiden, jika pemerintah serius bisa saja meningkatkan SKB itu menjadi Kepres (keputusan presiden)  sehingga konflik horizontal bisa dihindari.Tapi sekali lagi kenapa pemerintah seolah bersikap mabigu (medua) dan ragu? Biar jelas, pemerintah tinggal pilih
pertama; bubarkan Ahmadiyah dan
kedua;di biarkan atau
ketiga;jika Ahmadiyah tetap ngotot dengan pendiriannya maka pemerintah dengan dukungan mayoritas umat Islam bisa menetapkan Ahmadiyah bukan lagi bagian dari Islam dan jemaatnya bukan orang Islam.

Tentu semua ada resiko, tapi jika dibiarkan tanpa ada keputusan tegas (memilih opsi pertama dan ketiga) serta implementasi keputusan secara konsisten itu akan jauh lebih berbahaya. Karena akan mengakumulasi rasa ketidak adilan dan ketersinggungan mayoritas umat Islam Indonesia yang merasa keyakinan (akidahnya) di nodai oleh kelompok Ahmadiyah.Jika ini dibiarkan terus akan menjadi “bara dalam sekam” tinggal menunggu pemantiknya, kontraksi social politik akan makin liar jika menemukan momentumnya.

Usaha mempolitisir?

Peristiwa “Cikeusik” juga menjadi angin surga bagi pengusung ide-ide sesat pluralisme dan kebebasan beragama. Apalagi peristiwa diatas terjadi berketepatan dengan event “World Interfeith Harmony Week” yang diadakan oleh Inter Religious Council (IRC) di Istora Senayan, Jakarta, Ahad (6/2) yang memiliki tujuan untuk mendorong kerukunan dan toleransi serta mengakhiri pertikaian dan kekerasan antar umat beragama. Maka hal diatas menjadi isu menarik bagi sebagian kelompok yang selama ini konsen mengkampanyekan toleransi dan pluralisme.

Ditahun 2010 melalui AKKBP melakukan Judicial Review terhadap undang-undang PNPS No.1 tahun 1965 tentang penodaan agama dan di tolak oleh MK (Mahkamah Konstitusi).Dan sangat mungkin kali ini kembali mempolitisir peristiwa “Cikeusik” untuk menyuarakan pentingnya “kebebasan beragama” dan mengkambing hitamkan (mencari kesalahan) kelompok-kelompok (ormas) yang dianggap menjadi inspirator tindakan-tindakan kekerasan. Bahkan menyudutkan MUI sebagai pihak yang betanggungjawab akibat keluarnya Fatwa yang menyatakan Ahmadiyah sesat. Tidak hanya itu, berikutnya akan mempersoalkan SKB tentang Ahmadiyah sebagai salah satu pemicu lahirnya kekerasan atas jemaat Ahmadiyah. Dengan jargon “HAM” langkah advokasi untuk melindungi eksistensi kelompok sesat dan menodai keyakinan umat Islam juga akan dilakukan. Tentu saat ini umat harus berfikir kritis dan bersikap waspada atas setiap manuver yang akan  menjadikan umat Islam menjadi tertuduh atas setiap peristiwa kekerasan. Karena banyak ruang terbuka munculnya konspirasi untuk melahirkan undang-undang (regulasi) yang bisa mengebiri kelompok atau setiap potensi yang dianggap kontra terhadap semangat toleransi, pluralism, dan kebebasan ala “demokrasi”


Akar Masalah

Oleh karena itu, dalam anatomi masalah Ahmadiyah tersimpul beberapa penyebab pokok ahmadiyah menjadi “bisul” menahun dalam kehidupan kaum muslim di Indonesia
Pertama, Ahmadiyah sebagai kelompok sesat sudah menjadi perkara yang disepakati (mujma’ alaihi) dan tidak ada khilaf berdasarkan dalil-dalil syar’I -al Qur’an, As Sunnah dan Ijma’ Sohabat- namun dibiarkan eksis dalam kehidupan kaum muslim Indonesia.
Kedua, inkonsistensi pemerintah menjalankan SKB alias SKB tidak berjalan sebagaimana mestinya, yang jelas-jelas memutuskan Ahmadiyah sebagai kelompok sesat. Oleh karena itu pemerintah terlihat lalai bahkan “gagal” untuk melindungi keyakinan mayoritas umat Islam.
Ketiga, keberadaan individu dan kelompok-kelompok pengusung liberalisme (kebebasan) beragama dengan kedok HAM dan Demokrasi berusaha membela kelompok sesat Ahmadiyah.Dalam koridor Demokrasi, kelompok ini menjadi ganjalan bagi pemerintah untuk bersikap tegas.Apalagi jika para penguasa (pemegang kebijakan) cara berfikirnya liberal juga dan lebih memperhatikan  citra agar dianggap seorang yang demokratis, moderat dan humanis serta meraih dukungan dari pihak asing (Barat) yang memberi tekanan, sehingga abai sama sekali terhadap nasib mayoritas umat Islam yang ternodai keyakinannya.

Jadi, umat Islam hingga saat ini menunggu bukti dan realisasi dari SKB, bukan sekedar himbauan. Karena  kunci penyelesaian bergantung kepada keberanian pemerintah mengimplementasikan SKB yang ada.Jika tidak, maka pemerintah menunjukkan sikap ambigunya, seperti yang di sampaikan KH Amidhan (Ketua MUI Pusat); SKB seperti pisau bermata dua.
Pertama, pemerintah mengakui bahwa jemaat Ahmadiyah beraliran sesat dan sudah tidak boleh melakukan penyebaran keyakinan mereka.Apabila melanggar, akan dikenakan sanksi pidana.Jika  masih membandel akan dibubarkan.Ketika MUI dan masyarakat sudah melaporkan kepada pemerintah jika sampai saat ini jemaat Ahamdiyah  masih menjalankan keyakinannya dan tidak melakukan perubahan apa-apa.Namun tidak ada respond dan tindakan apa-apa dari pemerintah.
Kedua, masyarakat atau siapapun tidak boleh melakukan tindakan apapun, apalagi kekerasan kepada jemaat Ahmadiyah.Jika ada masalah harus dilaporkan kepada aparat sehingga tidak ada penghakiman sendiri. (republika,7/2).
Jadi tampak jelas, konsistensi dan implementasi pemerintah terhadap SKB tidak berjalan sebagaimana mestinya. Wajar kalau kemudian Ahmadiyah yang jumlahnya tidak sampai 0,001 persen dari penduduk Indonesia tetap eksis, bahkan menjadi pemantik gesekan-gesekan fisik dalam kehidupan beragama khususnya umat Islam.
Para penguasa harus ingat peringatan Allah SWT, tentang orang-orang yang condong kepada perbuatan dzalim atau bahkan lebih dari itu.

“Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang dzalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolongpun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan(QS.Hud:112-113). Wallahu a’lam bisshowab.
(www.syariahpublications.com)
Sumber : http://www.facebook.com/notes/harits-abu-ulya/ahmadiyah-berulah-potret-kelalaian-penguasa-menjamin-rasa-keadilan-umat-islam-in/150607681663920
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

No comments:

Post a Comment