Pages

Monday 24 January 2011

BAGAIMANA MERASAKAN KETENANGAN JIWA SELEPAS BERZIKIR...


by LayarMinda on Friday, 05 November 2010 at 23:10
bahasa Indonesia

Bismillahir-Rahmanir-Rahim ...

 Saya merasa masih amat belia dan bau kencur menguak tabir rahasia zikir. Selain pengetahuan agama yang minus, juga karena praktik mujahadah dan riyadlah yang masih lemah. Andaikan saya menuangkan secuil inspirasi saya tentang makna zikir, pasti itu bukan berangkat dari pengalaman ruhani, namun cuma sebatas penjajakan oleh tongkat bernama rasio atau logika. Meski demikian, saya harus menuangkan inspirasi mendesak soal zikir ini guna membabarkan sudut pandang saya tentang zikir merujuk pada beragam paparan yang pernah saya dengarkan.

Jadi, andaikan saudara pembaca menangkap pelajaran dari artikel yang amat sederhana ini, semoga bisa menitipkan endapan positif di kalbu. Namun, jika ada kotoran yang menetes dari setiap tulisan ini, tolong direnungkan terlebih dahulu, di-delete, kemudian singkirkan dari ruang batin.

Saya akan mengurai tentang zikir dan efek yang dihadirkan saat berzikir. Dan mengapa orang masih belum merasakan ketenangan di saat berzikir? Saya berusaha mengurai soal tersebut, semoga menghadirkan penyegaran ke dalam batin.

Hidup tidak tenang karena tak dihiasi dzikir. Ada orang yang berzikir akan tetapi tidak bisa menyerap ketenangan batin. Lisan melantunkan zikir, ya mungkin hatinya belum berzikir. Jika hati belum menghayati zikir yang syahdu disertai pemahaman terhadap makna yang terkandung dalam zikir, ketenangan batin sulit berkunjung ke ruang batin ini. Zikir, selaras dengan maknanya, ingat. Ingat disini berarti sadar. Sadar inilah yang membuat kita bisa menikmati setiap momen kehidupan ini. Sadar berada di sentrum diri kita, yakni hati. Zikir hanya bisa mengundang ketenangan, bila telah dihayati dengan hati. Kita perlu menghayati proses zikir, tanpa memedulikan segala hal selain kalimat dan makna dari zikir tersebut.

Jika kita bisa menghayati zikir dengan sungguh-sungguh, berkat pertolongan Allah, perlahan-lahan kita akan merasakan kehadiran Allah, dan melepaskan seluruh ikatan-ikatan duniawi yang membonsai pikiran kita. Di saat seluruh kesadaran duniawi telah berganti dengan kesadaran ilahi, niscaya air ketenangan akan mengalir ke dalam jiwa kita. Namun, jika ikatan duniawi masih menyatroni pikiran dan hati justru ketenangan tidak akan mengalir ke dalam hati ini. Lupakan seluruh masalah duniawi yang menggelisahkan hati, membuka pikiran negatif, atau hanya menurunkan kesedihan, dan alihkan perhatian kita hanya mengingat Allah SWT. Ingatan pada Allah semoga bisa menelan seluruh ingatan-ingatan yang semu yang hanya mengundang kegelisahan tersebut, tak pelak bibit ketenangan bersemi dan menyembul dari hati kita.

Hati kita hanya memiliki satu wajah, ketika menghadap pada sesuatu maka melupakan suatu yang lain. Ketika hati kita menengadah pada kemilau duniawi, niscaya akan berpaling dari Allah SWT. Dan ketika hati kita menghadap pada Allah, niscaya akan berpaling dari duniawi. Karena itu, saat kita berzikir menghadapkan hati kita sepenuhnya pada Allah. Ketika sentrum kesadaran ini dipenuhi ingatan pada Allah SWT, itulah momen ketenangan bakal diraih.

Ketika kesadaran pribadi telah dihiasi ingatan pada Allah, niscaya dia akan terampil merespons segala hal yang terjadi dengan tenang lantaran menganggapnya sebagai anugerah dari Allah SWT. Setiap kejadian yang menimpanya dipandang menjadi instrument dari Allah guna mengungkit potensi yang bersemayam dalam dirinya. Ketika memeroleh anugerah berupa nikmat, maka dia menganggapnya sebagai lahan pengungkit potensi syukur. Ketika tertimpa musibah, dia menganggap sebagai lahan pengungkit potensi sabar. Ketika dia merespons kenyataan masa lalu dipandang sebagai lahan mengungkit potensi ridha. Dan ketika dia harus menatap masa depan yang penuh misteri, dipandang sebagai jalan pengungkit potensi tawakkal. Perlahan-lahan, dia akan menggapai pada respons tertinggi yakni bersyukur di setiap keadaan.


MEMELUK KESUNYIAN

Dewasa ini terasa begitu sulit untuk memeluk kesunyian dan kesenyapan batin. Kesunyian menjadi mahal harganya, semenjak kita disuguhi beragam gebyar kehidupan yang menuhankan popularitas, kemegahan, kemewahan, dan suasana bombastis lainnya. Ada seorang sahabat bilang, “Ah tidak enak, sendirian terus di rumah, seakan hati dirambati kesedihan melulu.” Dia memersepsi bahwa kesenyapan dan kesunyian hanya memproduksi kesedihan dan penderitaan, dan gebyar keramaian akan melahirkan kesenangan (yang menurutnya kebahagiaan).

Begitulah orang yang masih terkungkung dalam “hegemoni” hawa nafsu, cenderung menganggap kesunyianlah yang menurunkan kesedihan, karena memang nafsu menyukai keramaian. Untuk itu, betapa banyak anak muda melepaskan kesedihan yang mempermak jiwanya dengan bermain di mall, di taman hiburan, dan sebangsanya. Padahal dalam keramaian sejatinya dia tidak bisa menjumput ketenangan dan kebahagiaan batin, hanya memeroleh kesenangan yang bersifat sementara. Setelah itu, kesedihan akan merambat dengan volume yang lebih besar. Tengok saja, betapa banyak sosok artis yang dikitari kuasa hiburan ternyata hidup dalam kebahagiaan yang semu. Tahu-tahu kita mendengar rumah tangganya retak, anak-anaknya tidak keurus, terjerumus ke dalam narkoba, dan semacamnya.

Keramaian membuat orang makin terpukau dengan pelangi yang ada di luar dirinya, sehingga lupa menengok khazanah keindahan yang bersemedi dalam jiwanya. Keramaian dan warna pelangi yang berada diluar akan menyandera orang untuk tidak memeroleh keindahan yang berada dalam batin. Sebagaimana dituturkan oleh sang guru yang mulia “banyak orang berebutan kerang yang berserakan di permukaan lautan, padahal kerang itu tak berisikan mutiara. Dan mutiara yang sejati masih bersembunyi dalam kerang yang berada di dasar lautan.” Mereka menganggap bahwa setiap kerang dihuni oleh mutiara, padahal hanya kerang-kerang terpilih yang berisikan mutiara.

Kita tidak memeroleh kebahagiaan lantaran salah menafsirkan atau mendefinisikan kebahagiaan dan kesenangan. Salah menyangka bedanya ketenangan dan kesenangan. Kesalahan itu bermula dari kesalahan mendifinisikan diri sendiri. Kesalahan memaknai diri sendiri, karena kita jarang tersambung dengan sumber kebahagiaan yang tinggal di dalam hati kita sendiri. Kita jarang berwisata ke dalam batin, karena kita melulu mendambakan berwisata ke luar diri kita.

Inilah saatnya kita berwisata ke dalam taman hati kita sendiri, ternyata disanalah kebahagiaan itu bertempat tinggal. Berwisata ke dalam batin ini bisa dijalani bila kita berusaha untuk bersahabat dengan kesunyian. Kesunyian jasad, kesunyian pikiran, kesunyian hati, dan kesunyian jiwa. kesunyian itulah yang menghimpun manusia dalam kesadaran yang begitu luas, karena dalam kesunyian ada penyerahan diri pada Allah. Dalam kesadaran penyerahan diri bermukim kebahagiaan yang tak terhingga. Insya Allah...

Wallahu A’lam Bis Showaab.

 Semoga bermanfaat dan penuh Kebarokahan dari Allah.....

Marilah Setiap detak-detik jantung..,
selalu kita isi dengan..
Asma Teragung diseluruh jagad semesta raya ini...


Vicky
Zawiyah Sirul Barokah

Subhanallah wabihamdihi Subhanakallahumma wabihamdika AsyaduAllahilaha illa Anta Astagfiruka wa'atubu Ilaik..

· · Share

No comments:

Post a Comment