Pages

Wednesday 5 January 2011

Kahwin Semasa Belajar

Kahwin Semasa Belajar

by Nisrin Insyirah on Tuesday, 27 April 2010 at 19:46
 
 
 


"Anda mungkin seorang yang ingin menikah tapi tidak disetujui orang tua atau berkemampuan menikah tetapi tidak memiliki keberanian untuk melaksanakannya. Sederet permasalahan tersebut mungkin akan muncul dalam benak dan kehidupan kita bila pernikahan dini dikemukakanNikah dini? Mengapa tidak?

Berasama dua orang temannya, Lois Hoffman, seorang profesor psikologi di Michigan University, menulis sebuah buku dengan judul "Developmental Psychology Today". Berdasarkan beberapa penelitian mutakir, Hoffman dan kawan-kawan menulis satu bahasan khusus tentang menikah pada usia dewasa muda (young adulthood) yakni dari usia 18 tahun sampai sekitar 24 tahun.Adahal yang menarik dalam buku ini. Ketika Hoffman dan kawan-kawan sedang merampingkan bukunya, angka statistik di amerika menunjukan 34,6% perempuan usia 20-24 dan 21,4% laki-laki usia yang sama melakukan pernikahan, sementara mereka masih menempuh studi di perguruan tinggi.

Salah satu hal yang mempengaruhi keputusan mereka untuk menikah bukan kumpul kebo, sebagai mana lazimnya terjadi di amerika adalah komitmen. Selain komitmen, faktor lain sangat berpengaruh terhadap keputusan untuk menikah pada usia muda adalah tanggung jawab. Para laki-laki dan juga perempuan memiliki sense of responsibility "rasa tanggung jawab" yag tinggi, cendrung lebih cepat mengambil keputusan menikah.Perlu remaja putri ketahui, laki-laki yang memilih pacaran ketimbang menikah,adalah laki-laki yang mempunyai rasa tanggung jawab yang kurang, minimal takut memikul tanggung jawab dengan berbagai alasan, seperti masih kuliah, belum kerja, belum sipa mental, etc. Tapi dilain pihak ia ingin menikmati sesuatu dan "menyalurkan sedikit" kebutuhan secara gratis, tanpa tanggung jawab penuh.

Apakah ini laki-laki yang baik? belum lagi dosa-dosa yang harus di tanggung akibat pacaran tersebut beserta kafarohnya.Apakah sebaiknya segera menikah?Mari kita beranikan diri untuk membuka mata agar kita bisa melihat tentang betapa menyedihkannya generasi di zaman kita ini. Fitnah syahwat telah merata. Terpaan seksual datang silih berganti setiap hari. Media cetak serta elektronik berebut menampilkan gambar yang memancing birahi, sehingga pemuda-pemuda semakin penasaran.Usia pernikahan kian tertunda, sementara dorongan untuk menjalin hubungan dengan lawan jenis semakin tergugah. Marilah jujur pada diri sendiri. Tanyakan pada dirimu apakah sering kali kalian merasa kesepian? jika kerinduan-kerinduan halus tentang hadirnya seorang pendamping sering kalian rasakan, sementara di saat-saat lain kalian dilanda kegelisahan karena kesepian, ini telah cukup sebagai tanda bahwa kalian itu sudah saat nya mempersiapkan diri untuk menikah. Jangan membohongi bisikan nuranimu dengan mengatakan, "kalau kita memang aman dari godaan syahwat kan juga apa-apa menunda nikah".Mari kita tengok sebuah riwayat tentang Abdullah bin Mas`ud r.a, sahabat Nabi SAW ini biasa mebaca alqur`an, disamping memang dia hafidz Alquran.

Jika sudah membaca alquran, kata Al-Qasim bin Abdurrahman menceritakan, Ibnu bujangan?"selanjut nya, Ibnu Mas`ud berkata lagi,"Mendekatlah kesini, kemudian katanya " Ya Allah, Anugrahilah ana seorang wanita yang apabila kupandang dia membuatku senang, jika kusuruh dia menaatiku, dan jika ana meninggalkanya, dia menjaga dirinya dan hartaku"Melalui caranya mengajak para bujangan berdoa mohon istri salehah, Ibnu Mas`ud membangun orientasi nikah untuk para bujangan. Orientasi ini akan membentuk rasa tanggung jawab dan membangkitkan keberanian untuk menikah.Usia berapakah ideal untuk menikah?Pakar Psikologi, Diane E. Papalia dan Slly Wendkos Olds dalam buku Human Development (1995), mengemukakan bahwa usia terbaik untuk menikah bagi perempuan adalah 19-25 tahun, sedangkan bagi laki0laki usia 20-25 tahun seharusnya sudah menikah. Ini adalah usia terbaik untuk menikah. baik unruk memulai kehidupan rumah tangga maupun untuk menjadi pengasuh anak pertama (the first time parenting)Yang lebih menarik adalah temuan Campbell dan kawan-kawan bahwa yang paling bahagia diantara pasangan nikah, adalah pasangan nikah usia 20-1n (papalia & Olds, 1995).Ada canda yang menyegarkan hati dalam pernikahan dini. Berbicara tentang canda yang renyah, mengingatkan kita akan sebuah pesan Nabi.

Suatu ketika, seorang sahabat datang, (Abdullah bin zubair) menyampaikan kabar bahwa ia baru saja menikahi janda. Mendengar itu Rosululloh SAW, bersabda "Mengapa tidak dengan gadis yang ia bisa bermain dengan mu,kamu menggigitnya dan ia menggigitmu" (HR. AN-Nasa`i)Dalam hadist ini Rosululloh SAW menunjukan bahwa menikah dengan gadis akan membuat kita bisa bermain-main dengannya, bisa melemparkan canda yang menggoda sehingga tawa kecil yang manja akan menyegarkan suasana rumah tangga. Kita bisa mubsyarah "bermesraan" saat-saat bahwa dengan cubitan cinta sehingga letih dan penat yang kita rasakan stelah pulang beraktifitas dapat hilang tanpa bekas. Sesudahnya ada semangat yang bangkit dalam diri kita.Norman Sprinthall dan W.Andrew Collins mencatat dalam bukunya "Adolecent Psychology (1995) bahwa gejolak syahwat yang semula meledak ledak akan berubah menjadi stabil ketika menikah usia dini. Boleh jadi seorang suami memiliki hasrat sex yang sangat tinggi itu stabil dan mendapatkan muaranya untuk menemukan persentuhan agung secara teratur dan halal (legitimized),jiwanya akan tenang, emosinya akan berubah menjadi lebih positif, sehingga dapat mengembangkan potensi-potensi yang ada pada dirinya secara lebih optimal. Ini berarti bahwa pernikahan dini tidak menghambat pengembangan potensi diri, termasuk prestasi akademik.

Justru sebaliknya, pernikahan dini seharusnya memacu kita untuk lebih maju.Salah terget keberhasilan muda-mudi adalah kemandirian dalam hal keduniaan maupun ilmu agama. Alangkah baiknya jika pada saat memutuskan untuk menikah sudah dipersiapkan sgala sesuatunya. Kalau kita mandiri begitu menikah sudah siap segala-galanya, itu akan lebih baik. Tapi kalau masalah pernikahan dini dalam hal ini untuk menghindari pelanggaran, tidak bisa tidak, karena khawatir membayangkan keimanan, walaupun segi keuangan harus banting tulang, ya lebih baik menikah dari pada mengorbankan keimanan. Karena berapapun sulitnya mencari maisyah itu tidak seberapa berat daripada terjadi hal-hal yang mengakibatkan fatal dan lepasnya keimanan kita. semua itu tergantung situasi. Menikah itu harus ada perubahan dalam diri kita.

1. Harus siap menunjukan tanggung jawabnya, terutama masalah agama

2. harus terbuka bisa menuangkan masalah-masalah yang dirahasiakan

3. Mengembangkan sikap kedewasaan, termasuk bisa meramut dan menasehati anak istrinya, mencukupi kebutuhannya dll.

4. Menutupi rahasia rumah tangga, saling menutupi kekurangan masing-masing

5. Hidup bermasyarakat atau dalam istilah jawa berumah tangga itu harus "mlumah" saling terbuka "mengkurep", saling memberikan tanggung jawab.

5. Hidup bermasyarakat atau dalam istilah jawa berumah tangga itu harus "mlumah" saling terbuka "mengkurep", saling memberikan tanggung jawab.

No comments:

Post a Comment