Pages

Thursday 13 October 2011

PERSAHABATAN SEJATI DIDASARI KEJUJURAN DAN KEIKHLASAN


PERSAHABATAN SEJATI DIDASARI KEJUJURAN DAN KEIKHLASAN

by Syarif Hidayat on Saturday, 22 January 2011 at 14:30
PERSAHABATAN SEJATI DIDASARI KEJUJURAN DAN KEIKHLASAN

oleh Syarif Hidayat

       Persahabatan atau pertemanan berbeda dengan jalinan atau relasi hubungan antara dua individu yang lainnya. Tidak seperti hubungan pertunangan yang didasari cinta. Tidak seperti sepasang kekasih atau sepasang suami istri, persahabatan bebas dari rasa cemburu. Tidak seperti hubungan antara anak anak dan para orang tua, persahabatan tidak mengenal celaan, bahasan, kritikan atau kecaman, Juga tidak mengenal kesebalan atau kedongkolan.
       Persahabatan atau pertemanan tidak mempunyai status dalam ikatan hukum. Semua kemitraan bisnis didasarkan atas suatu kontrak perjanjian. Begitu pula pernikahan yang didasari atas suatu “akad nikah” (perjanjian kesetiaan antara suami dan istri). Hubungan antara para orang tua dan anak anak terikat pula oleh peraturan perundang undangan atau hukum baik hukum agama maupun hukum Negara.
      Tetapi persahabatan, pertemanan atau persobatan bebas diadakan atau diselenggarakan antara kedua pihak/individu yang ingin dan cocok untuk bersehabat, bebas diberikan dan secara bebas pula dilaksanakan. Sepasang sehabat sejati tidak akan pernah saling menipu, memperdayakan, mengakali, mengelabui atau mengambil keuntungan dari yang satu sama yang lainnya, ataupun berbohong kepada sehabatnya.
      “Sepasang sehabat sejati tidak akan saling memata matai, tapi juga tidak mempunyai rahasia yang disembunyikan dari satu sama lainnya. Para sehabat sejati menghargai dan berbahagia atas keberhasilan masing masing dan merasa murung, suram, sedih dan pilu  kalau salah satu diantaranya mengalami kegagalan.”
      “Sepasang sehabat atau teman sejati saling nasehat menasehati satu sama lainnya dan saling mengasuh dan merawat. Para sehabat saling memberi, peduli atas nasib dan keadaan masing masing, dan selalu siap sedia setiap saat untuk saling membantu satu sama lainnya. Persahabatan yang sempurna atau sejati sangat jarang tercapai, tetapi pada puncaknya, suatu persahabatan sejati merupakan suatu ekstasi atau kebahagiaan dan keriangan yang sangat mendalam,” kata Stephen E. Ambrose dalam bukunya “Comrades” (Kamerad, Kawan, Konco, Sobat atau Teman).
      Tentang sulitnya tercapai suatu persahabatan sejati, pribahasa Jerman mengatakan: Freunde in der Not, gehen 1000 auf ein Lot.” Artinya: “Pada saat dibutuhkan, 1000 teman bisa menciut menjadi hanya satu lot (16,5 gram).” Maknanya: “Pada saat menghadapi keadaan gawat, anda hanya memiliki sedikit teman.”
      Sebagai hasil perkembangan teknologi yang dicapai dalam bidang tekemomunikasi dan dengan adanya Internet, maka melalui jaringan sosial seperti facebook, twitter, MySpace, Linkedin, friendster dan Multiply  dsb telah memungkinkan semua orang bisa mengembangkan dan memelihara persehabatan secara nasional maupun internasional.

Saling menghargai dan jujur
      Di dalam menjalinkan hubungan silatulrahim dan persahabatan, selain sifat harga menghargai, kejujuran juga amat penting kerana sahabat yang paling menguntungkan adalah seorang sahabat yang jujur, suka berterus terang dan tidak menyembunyikan sesuatu dari anda, apatah lagi perkara itu boleh membawa keburukan kepada diri anda.
      Dalam Islam memang dituntut setiap orang itu memuliakan saudaranya, lebih dari dirinya sendiri. Begitu jugalah dengan kepentingan diri anda sendiri. Anda harus mementingkan sahabat anda seperti anda lakukan terhadap diri anda juga.
     Sebagaimana firman Allah SWT di dalam hadis Qudsi yang bermaksud: Sudah pastilah kecintaan-KU itu untuk orang-orang yang saling ziarah menziarahi kerana AKU. Sudah pasti pula kecintaan-KU untuk orang yang saling cinta menyintai kerana AKU, sudah pasti pula kecintaan-KU kepada orang-orang yang saling bantu membantu kerana AKU. Juga sudah pastilah kecintaan-KU untuk orang yang saling tolong menolong kerana AKU.” Riwayat Ahmad dan Hakim.
     Manakala sifat ikhlas pula akan memberikan kesegaran kepada jiwa, ikhlas memberi dan menerima dalam apa jua bentuk pertolongan atau pemberian dari setiap individu muslim itu.
      Setiap muslim harus menyemaikan sifat ikhlas itu sejak kecil lagi, kerana keikhlasan itu membuat hati kita gembira dan tenang dalam menghadapi sesuatu keadaan. Tahukah anda, keran tidak ikhlas jiwa kita akan menjadi rosak dan berdendam, berdendam memang dilarang dalam Islam. Keikhlasan bukan sahaja memberi kesegaran kepada jiwa, tetapi boleh membuatkan anda bertambah taqwa kepada Allah SWT.
      Oleh itu, kebersihan hati hanya boleh dicapai dengan iman dan taqwa kepada Allah SWT, dengan secara langsung keikhlasan akan terpancar di jiwa kita. Lakukan sesuatu kepada seseorang dengan ikhlas, berilah sesuatu kepada seseorang dengan ikhlas bukan dengan ada sebab lain.
     Cuba anda renung dan berfikir sejenak, bertanya dengan diri anda…Adakah anda telah berlaku jujur terhadap sahabat-sahabat anda ? Adakah anda sudah lakukan sepertimana yang dianjurkan oleh syariat Islam ?
       Sekiranya anda telah berlaku jujur terhadap sahabat dan rakan anda… Alhamdulillah… Tetapi ada juga sesetengah manusia di dunia ini mereka menjalinkan hubungan silatulrahim dan persahabatan adalah kerana inginkan kebendaan semata-mata. Dan ada juga yang suka memilih bulu dalam persahabatan. Mereka memilih orang-orang tertentu untuk di jadi sahabat supaya mereka mendapat manfaat daripada persahabatan itu, bukannya atas dasar keikhlasan dan kejujuran kerana Allah SWT tetapi bak kata pepatah “ada udang disebalik batu”.

Persahabatan menurut Islam         
     Secara umum, orang merasa senang dengan banyak teman. Manusia memang tidak bisa hidup sendiri, sehingga disebut sebagai makhluk sosial. Tetapi itu bukan berarti, seseorang boleh semaunya bergaul dengan sembarang orang menurut selera nafsunya.
     Sebab, teman adalah personifikasi diri. Manusia selalu memilih teman yang mirip dengannya dalam hobi, kecenderungan, pandangan, pemikiran. Karena itu, Islam memberi batasan-batasan yang jelas dalam soal pertemanan.
     Karena itu Nabi Muhammad `Shallallahu ‘alaihi wa salam  (SAW) mengingatkan agar kita cermat dalam memilih teman. Kita harus kenali kualitas beragama dan akhlak kawan kita. Bila ia seorang yang shalih, ia boleh kita temani. Sebaliknya, bila ia seorang yang buruk akhlaknya dan suka melanggar ajaran agama, kita harus menjauhinya.
     Teman memiliki pengaruh yang besar sekali. Nabi Muhammad  SAW bersabda: “Seseorang itu tergantung agama temannya. Maka hendaknya salah seorang dari kalian melihat siapa temannya.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi). Makna hadits di tersebut adalah seseorang akan berbicara dan ber-perilaku seperti kebiasaan kawannya.
     Pribahasa Jerman mengatakan: “Zeige mir Deine Freunde und Ich sage Dir  wer Du bist.”Artinya: “Tunjukkan kepada saya siapa teman teman anda dan saya akan memberitahu siapa anda.”Maknanya: “Seseorang dikenal karena teman teman pergaulannya.” Persahabatan yang paling agung adalah persahabatan yang dijalin di jalan Allah dan karena Allah, bukan untuk mendapatkan manfaat dunia, materi, jabatan atau sejenisnya. Persahabatan yang dijalin untuk saling mendapatkan keuntungan duniawi sifatnya sangat sementara.
     Bila keuntungan tersebut telah sirna, maka persahabatan pun putus.
     Berbeda dengan persahabatan yang dijalin karena Allah, tidak ada tujuan apa pun dalam persahabatan mereka, selain untuk mendapatkan ridha Allah. Orang yang semacam inilah yang kelak pada Hari Kiamat akan mendapat janji Allah. Nabi Muhammad  SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah pada Hari Kiamat berseru, ‘Di mana orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku? Pada hari ini akan Aku lindungi mereka dalam lindungan-Ku, pada hari yang tidak ada perlindungan, kecuali per-lindungan-Ku” (HR. Muslim). Dari Mu’adz bin Jabalzia berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, Allah SWT berfirman, “Wajib untuk mendapatkan kecintaan-Ku orang-orang yang saling mencintai karena Aku dan yang saling berkunjung karena Aku dan yang saling berkorban karena Aku” (HR. Ahmad).

      Persahabatan dan percintaan dengan dasar ikhlas karena Allah bagaikan pohon yang menjulang tinggi ke langit dan akarnya menghunjam ke bumi, tumbuh di hati-hati yang suci, disirami (disemai) dengan ilmu, indah dan manis dengan kejujuran dan ketulusan, menjadi besar dengan husnudzan (bersangka baik), buahnya disediakan mimbar-mimbar dari cahaya di hari kiamat untuk mereka, apakah kita siap untuk berteduh di bawah naungan pohon tersebut dan melaksanakan hak-hak persahabatan?
      Sorga dunia adalah persahabatan dan percintaan dengan dasar ikhlas karena Allah, Al Firdaus adalah sorga Akhirat, semoga Allah mengumpulkanku dan kamu di kedua sorga tersebut.

Cinta Karena Allah
      Anas Radhiallaahu anhu (RA) meriwayatkan, “Ada seorang laki-laki di sisi Nabi Muhammad SAW. Tiba-tiba ada sahabat lain yang berlalu. Laki-laki tersebut lalu berkata, “Ya Rasulullah, sungguh saya mencintai orang itu (karena Allah)”. Maka Nabi Muhammad SAW bertanya “Apakah engkau telah memberitahukan kepadanya?” “Belum”, jawab laki-laki itu.  Nabi bersabda, “Maka bangkit dan beritahukanlah padanya, niscaya akan mengokohkan kasih sayang di antara kalian.” Lalu ia bangkit dan memberitahukan, “Sungguh saya mencintai anda karena Allah.” Maka orang ini berkata, “Semoga Allah mencintaimu, yang engkau mencintaiku karena-Nya.” (HR. Ahmad).
      Hal yang harus diperhatikan oleh orang yang saling mencintai karena Allah adalah untuk terus melakukan evaluasi diri dari waktu ke waktu. Adakah sesuatu yang mengotori kecintaan tersebut dari berbagai kepentingan duniawi?
      Paling tidak, saat bertemu dengan teman hendaknya kita selalu dalam keadaan wajah berseri-seri dan menyungging senyum. Rasulullah SAW bersabda, “Jangan sepelekan kebaikan sekecil apapun, meski hanya dengan menjum-pai saudaramu dengan wajah berseri-seri.” (HR. Muslim dan Tirmidzi). Dalam sebuah hadist riwayat Aisyah RA disebutkan, bahwasanya “Allah mencintai kelemah-lembutan dalam segala sesuatu.” (HR. al-Bukhari). Dalam hadist lain riwayat Muslim disebutkan “Bahwa Allah itu Maha Lemah-Lembut, senang kepada kelembut-an. Ia memberikan kepada kelembutan sesuatu yang tidak diberikan-Nya kepada kekerasan, juga tidak diberikan kepada selainnya.”

Saling Memberi Nasihat
      Memelihara hak-hak umum persaudaraan Islam, seperti yang disebutkan oleh Rasulullah SAW: Hak muslim atas muslim ada enam. Para shahabat bertanya: Apa saja enam itu wahai Rasulullah? Beliau menjawab, ”Jika engkau bertemu ucapkanlah salam, dan jika dia mengundangmu, maka datangilah, dan jika ia meminta nasihat kepadamu maka nasihatilah, dan jika ia bersin lalu mengucap Alhamdulillah maka do’akanlah, jika dia sakit maka tengoklah, dan jika ia meninggal maka antarkanlah (HR Muslim).
      Kemuliaan hati adalah disaat Anda merasa senang jika di tegur dan diingatkan oleh sahabat Anda. Dan sahabat Anda adalah yang gemar mengingatkan Anda jika anda bersalah. Alangkah indahnya jika persahabatan di jalin dalam irama meningkatkan kualitas diri agar semakin dekat kepada Allah dan semakin cinta kepada Rasulullah SAW. Bukan sahabat Anda jika dia membiarkan Anda dalam kesalahan. Bukan sahabat Anda jika ia mendendam di saat Anda tegur dan ingatkan kala bersalah. Ada sesuatu yang tersimpan di lubuk hati kita, yang tidak tampak kecuali disaat kita mendengar atau melihat sahabat kita bersalah.
      Yaitu rasa ingin menegur dan menyapanya karena merindukan kebaikan untuk sahabatnya tanda ketulusan dalam persahabatan atau rasa enggan dan acuh untuk menegurnya tanda kekotoran hati saat bersahabat. Ada Sesuatu yang tersembunyi dilubuk hati kita yang tidak tampak kecuali disaat kita mendapat teguran dari teman kita.Yaitu kesombongan yang menjadikan kita tiba-tiba merasa dendam, sebel melihatnya dan tidak nyaman duduk disampingnya atau rasa terimakasih yang dalam tanda sebuah ketawadhuan dan kebesaran jiwa dalam menerima sebuah kebenaran.
      Seorang sahabat amat besar pengaruhnya dalam pembentukan karakter, sikap, tata krama dan akidah keimanan. Itulah yang dipahamkan Rasulullah untuk umat beliau dengan sabdanya “Seseorang itu akan mudah terbawa kepada agama sahabatnya, maka jika ingin melihat iman dan akhlaq seseorang lihatlah siapa yang menjadi teman dalam hidupnya!” Sahabat disini maknanya banyak, teman kerja, guru yang mengajar kita, jalinan suami-istri termasuk anggota dalam sebuah lembaga terdapat makna pesahabatan. Maka di saat hubungan kawan dengan kawan, guru dengan murid, suami dengan istri atau keberadaan sebagai anggota dalam sebuah lembaga jika tidak terdapat didalamnya makna saling memberi dan saling menerima teguran positif maka sungguh jalinan itu bukan dirajut karena Allah SWT.

Istilah sahabat dalam Islam sedemikian popular.

     Nabi memiliki banyak sahabat dalam mengembangkan Islam. Ada empat sahabat nabi yang amat dikenal, yang kemudian memimpin masyarakat Islam sepeninggal Nabi, yaitu Abu Bakar, Umar, Ustman dan Ali. Ke empat sahabat nabi ini, menurut tarekhnya, mereka sedemikian tulus dan dekat dengan nabi.
     Para sahabat itu memiliki komitmen yang amat tinggi dalam memperjuangkan Islam. Apa saja ynag dilakukan oleh nabi, mereka ikuti dan kerjakan. Hubungan mereka dijalin bukan atas kepentingan, melainkan atas dasar cinta terhadap ajaran Islam yang sedemikian mulia. Atas dasar itu maka hidup dan atau mati mereka, hanya diperuntukkan bagi perjuangan agama Allah itu. Sebaliknya, antara sahabat dengan nabi tidak pernah terjadi konflik, salah paham, dan sejenisnya.
      Mereka itu semua adalah orang-orang yang setia, sehingga pada saat nabi masih hidup, sekalipun sedemikian berat, perjuangan nabi selalu berhasil dengan gemilang. Kiranya tidak bisaa dibayangkan, andaikan para sahabat tersebut, tidak memiliki komitmen dan atau hati mereka tidak diikat oleh tali kasih sayang yang mendalam. Mungkin nabi akan disibukkan oleh persoalan-persoalan internal di lingkungan sahabat sendiri.
      Persahabatan seperti itu, memang seharusnya bisa dicontoh oleh umatnya. Persahabatan dalam Islam diikat oleh tali keimanan dan kasih sayang di antara mereka. Iman selalu bersemayam di hati dan bukan hanya terletak di alam pikiran. Iman berbeda dengan sebatas pemahaman. Jika iman berada di hati maka pemahaman dan kesepakatan atau komitmen selalu berada di alam pikiran. Suara hati agaknya memang berbeda dengan suara akal. Suara hati selalu didasari oleh nilai-nilai luhur kasih sayang, sedangkan kesepakatan dan komitmen didasari oleh kepentingan-kepentingan.
      Ikatan keseimanan dan kasih sayang, tidak mengenal transaksi, pertimbangan untung atau rugi, dan siapa mendapatkan apa. Berbeda dengan itu adalah hubungan-hubungan rasional dan kesepahaman yang biasanya diikat oleh janji atau MoU, maka berkemungkinan pihak-pihak tertentu, setelah mempertimbangkan untung atau rugi, apalagi ditengarai telah terjadi suasana tidak jujur dan tidak adil, maka kesepakatanm itu akan dibatalkan dan bahkan saling menggugat dan membatalkan kerjasama itu.
      Islam sebagaimana yang telah dilakukan oleh Rasulullah, dalam membangu persahabatan didasari oleh kecintaan pada Allah dan rasulnya. Oleh karenanya, ikatan itu lebih konstan, mantap dan istiqomah. Persahabatan dalam Islam dibina sepanjang waktu, baik dalam kegiatan spiritual maupun dalam kegiatan social. Dalam kegiatan spiritual misalnya, setiap sholat selalu bacaannya diakhiri dengan mengucap salam ke kanan dan ke kiri. Ucapan salam itu berisi doa, memohon agar keselamatan dan rakhmat Allah selalu melimpah kepada saudaranya sesama muslim.
      Dalam kegiatan ritual, seperti dalam sholat tergambar bahwa seorang muslim tidak hanya berharap mendapatkan keselamatan bagi dirinya sendiri dan keluarganya, melainkan keselamatan bagi seluruh kaum muslimin. Demikian pula, dalam berbagai doa’ yang diucapkan, kaum muslimin selalu menyempurnakan doanya terhadap seluruh kaum muslimin dan muslimat, mukminin dan mukminat, baik yang masih hidup maupun yang sudah mati. Persahabatan kaum muslimin, sesungguhnya secara doktriner, diikat secara kokoh dalam waktu yang amat panjang, baik di dunia maupun akherat.
     Hubungan sesama kaum muslimin, dibangun sebagaimana sebuah bangunan rumah, antara bagian satu dengan bagian lainnya saling memperkukuh. Selain itu juga diumpamakan bagaikan tubuh, maka jika sebagian sakit maka yang lainnya akan merasa sakit, dan demikian juga sebaliknya.

Kepentingan politik timbulkan konflik
     Hanya sayangnya konsep yang sedemikian luhur itu belum bisa direalisasikan sepenuhnya dalam kehidupan nyata. Di antara kaum muslimin seringkali masih saling bercerai berai. Berbagai organisasi Islam yang muncul di mana-mana, yang semestinya antara satu dan lainnya saling memperkukuh, namun pada kenyaannya justru sebaliknya. Antar berbagai organisasi terjadi saling berkompetisi, konflik dan bahkan juga saling menyerang dan menjatuhkan.
     Lebih ironi lagi, konflik itu tidak saja terjadi antar organisasi Islam, tetapi justru terjadi pula di antara internal organisasi.  Sedemikian rentannya persahabatan di antara kaum muslimin, sehingga seringkali terdengar joke, bahwa agar para iblis tidak terlalu capek menggoda manusia, maka makhluk Allah yang dianggap paling mulia tersebut didorong saja mendirikan organisasi dan syukur kalau organisasi yang bernuansa politik. Jika organisasi atau partai politik itu sudah berhasil berdiri, maka sekalipun setan tidak bekerja, maka mereka dengan sendirinya sehari-hari akan konflik dan saling menyerang dan menjatuhkan satu dengan lainnya.
     Anekdot tersebut rasanya tidak sulit dipahami dari kalangan umat Islam. Selama ini seolah-olah ajaran Islam tidak memiliki konsep tentang persatuan umat. Selain itu seolah-olah Islam belum menjadi faktor pemersatu, dan sebaliknya, justru menjadi kekuatan pemecah belah umat manusia. Padahal kenyataannya tidak begitu. Banyak hadits nabi menegaskan bahwa antara sesama kaum muslimin adalah bagaikan saudara. Persatuan hendaknya diperkokoh. Sesama kaum muslimin harus saling mencintai. Demikian pula al Qur’an secara tegas melarang saling bercerai berai di antara kaum muslimin.
     Perpecahan, tidak terkecuali di antara kaum muslimin, sudah menjadi hal biasa. Maka kemudian muncul jargon-jagon pembenar terjadinya konlik, dan atau perpecahan apalagi dalam organisasi politik. Mereka mengatakan bahwa berbeda pendapat, konflik dan sejenisnya adalah syah-syah saja. Bahkan menganggap hal wajar sebuah statemen yang mengatakan bahwa, persahabatan dalam politik tidak pernah abadi. Sebaliknya, mereka mengatakan bahwa yang abadi adalah kepentingan. Sehingga, sepanjang di antara mereka masih memiliki kepentingan yang sama, maka kelompok itu masih bisa bersatu, dan sebaliknya akan bercerai jika kepentingan itu tidak didapat.
     Persahabatan yang dicontohkan oleh Rasulullah sesungguhnya tidak demikian. Persahabatan itu diikat oleh kasih sayang yang mendalam, iman, dan ketaqwaan. Kasih sayang atau saling mencintai di antara kaum muslimin harus didasarkan atas motivasi karena Allah dan Rasulnya, dan bukan karena kepentingan sebagaimana dalam ikatan politik itu. Negeri yang kita cintai ini, semestinya dibangun atas dasar kecintaan kepada bangsa dan negara, dan bukan atas dasar kepentingan golongan atau partai.

     Dalam Islam mencintai bangsa adalah bagian dari keimanan seseorang. Jika demikian halnya, maka sesungguhnya tidak akan terjadi fenomena persaingan di antara pemimpin bangsa, yang mereka itu masih sama-sama mendapatkan amanah dari rakyat.
      Memang fenomena seperti itu, menurut bahasa politik adalah syah-syah saja dilakukan oleh siapapun. Keputusan itu tidak sedikitpun menyalahi undang-undang atau peraturan yang ada. Akan tetapi, sesungguhnya jika ikatan di antara itu bukan sebatas komitmen, kesepakatan atau kepentingan, melainkan berupa tali keseimanan, kecintaan terhadap bangsa, maka semestinya para pemimpin selalu mengambil tindakan arif dan bijak. Atas dasar kecintaannya itu , maka masing-masing akan selalu menjaga persahabatan yang telah dibangun atas dasar nilai-nilai mulia itu.
      Islam tidak mengenal istilah persahabatan sementara, sesaat, bebas atau liberal. Tetapi dalam dunia ekonomi saja istilah seperti itu ada, yaitu ekonomi liberal, yang juga banyak orang ternyata tidak menyukainya.

      Untuk menciptakan keindahan bersahabat karena Allah SWT dibutuhkan dua hal:
       Pertama adalah ghiroh, yaitu rasa mencitai sahabatnya dan rasa tidak rela jika sahabatnya terjerumus. Ini sesuai dengan makna hadits Nabi Muhammad SAW: “Tidak sempurna imanmu sehingga engkau benar mencintai saudaramu seperti mencintai dirimu sendiri”. Agar kita senantiasa merasa tidak rela jika ada sahabatnya berbuat maksiat dan dimurkai oleh Allah SWT seperti halnya ia tidak rela jika dirinya di murkai oleh Allah SWT.
       Kedua adalah lapang dada.Yaitu menghadirkan penghargaan kepada saudara kita yang telah menegur dan mengingatkan kita dengan menginsyafi betapa berharganya sebuah teguran itu. Hindari siafatnya orang-orang sombong yang jauh dari hidayah Allah yang mudah tersinggung, kecewa dan dendam disaat ada seorang sahabat yang mengingatkan kita.
      Jika ada orang menegur dan mengingatkan anda lihatlah makna yang disampaikan jangan mempermasalahkan cara yang menurut anda kurang menarik atau mungkin menyakitkan. Hati yang tulus dan tawadhu hanya akan melihat kebenaran dan kebaikan darimanapun datangnya dan bagaimanapun cara penyamapaianya. Dan hati yang sombong amat susah menerima kebenaran biar sebaik apapun cara kebenaran itu disampaikan dan sehebat apapun orang yang menyampaikannya.   
     Dalam Islam, prinsip menolong teman adalah bukan berdasar permintaan dan keinginan hawa nafsu teman. Tetapi prinsip menolong teman adalah keinginan untuk menunjukkan dan memberi kebaikan, menjelaskan kebenaran dan tidak menipu serta berbasa-basi dengan mereka dalam urusan agama Allah. Termasuk di dalamnya adalah amar ma’ruf nahi mungkar, meskipun bertentangan dengan keinginan teman. Adapun mengikuti kemauan teman yang keliru dengan alasan solidaritas, atau berbasa-basi dengan mereka atas nama persahabatan, supaya mereka tidak lari dan meninggalkan kita, maka yang demikian ini bukanlah tuntunan Islam.

      Salah satu sifat utama penebar kedamaian dan perekat ikatan persaudaraan adalah lapang dada. Orang yang berlapang dada adalah orang yang pandai memahami berbagai keadaan dan sikap orang lain, baik yang menyenangkan maupun yang menjengkelkan. Ia tidak membalas kejahatan dan kezhaliman dengan kejahatan dan kezhaliman yang sejenis, juga tidak iri dan dengki kepada orang lain.Rasulullah SAW bersabda, “Seorang mukmin itu tidak punya siasat untuk kejahatan dan selalu (berakhlak) mulia, sedang orang yang fajir (tukang maksiat) adalah orang yang bersiasat untuk kejahatan dan buruk akhlaknya.” (HR. Tirmidzi)
      Karena itu Nabi Muhammad SAW mengajarkan agar kita berdo’a dengan: “Dan lucutilah kedengkian dalam hati- ku” (HR. Abu Daud). Termasuk bumbu pergaulan dan persaudaraan adalah berbaik sangka kepada sesama teman, yaitu selalu berfikir positif dan memaknai setiap sikap dan ucapan orang lain dengan persepsi dan gambaran yang baik, tidak ditafsirkan negatif.  Nabi Muhammad SAW bersabda: “Jauhilah oleh kalian berburuk sangka, karena buruk sangka adalah pembicaraan yang paling dusta” (HR.Bukhari dan Muslim). Yang dimaksud dengan berburuk sangka di sini adalah dugaan yang tanpa dasar.
      Setiap orang punya rahasia. Biasa-nya, rahasia itu disampaikan kepada teman terdekat atau yang dipercayainya. Anas RA pernah diberi tahu tentang suatu rahasia oleh Nabi Muhammad SAW. Anas RA berkata:”Nabi Nuhammad SAW merahasiakan kepadaku suatu rahasia. Saya tidak menceritakan tentang rahasia itu kepada seorang pun setelah beliau (wafat). Ummu Sulaim pernah menanyakannya, tetapi aku tidak memberitahukannya.” (HR. Al-Bukhari). Teman dan saudara sejati adalah teman yang bisa menjaga rahasia temannya. Orang yang membeberkan rahasia temannya adalah seorang pengkhianat terhadap amanat. Berkhianat terhadap amanat adalah termasuk salah satu sifat orang munafik. Persahabatan yang dijalin karena kepentingan duniawi tidak mungkin bisa langgeng. Bila manfaat duniawi sudah tidak diperoleh biasanya mereka dengan sendirinya berpisah bahkan mungkin saling bermusuhan.

      Berbeda dengan persahabatan yang dijalin karena Allah, mereka akan menjadi saudara yang saling mengasihi dan saling membantu, dan persaudaraan itu tetap akan berlanjut hingga akhir hayat. Allah SWT berfirman, artinya: “Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (Al Qur’an, Surah Az-Zukhruf, Verse: 67).
      Ya Allah, anugerahilah kami hati yang bisa mencintai teman-teman kami hanya karena mengharapkan keridhaan-Mu. Amien. (HSH)


Bibliotheque:
1.      Stephen E. Ambrose's book: "Comrades"
2.      http://www.ezsoftech.com/stories/friendship.in.islam.asp
3.      http://www.ezsoftech.com/stories/friends.in.islam.asp
4.      http://ibnismail.wordpress.com/2008/08/14/adab-adab-persahabatan-menurut-islam-kejujuran-dan-keikhlasan/
5.      http://www.w2nmb4.abatasa.com/post/detail/3330/persahabatan-dlm-islam-saduran-dari-cahaya-mata
6.      Tafsir Al Qur’an (Program Kitab Suci Alquran Versi 8.0) oleh Yusuf Ali, Muhammad Khan dan Departemen Agama.

No comments:

Post a Comment