Pages

Thursday 13 October 2011

SYAHADAT KEDUA CINTA TERLARANG


SYAHADAT KEDUA CINTA TERLARANG

by in a relationship with on Saturday, 22 January 2011 at 11:06
SYAHADAT KEDUA CINTA TERLARANG

by Hembusan Nafas Kehidupan on Saturday, January 22, 2011 at 10:04am
Cinta, suka di awal namun duka di akhir. Mungkin itulah yang aku rasakan saat mengalaminya dulu. Berawal dari cinta palsu yang dihembuskan setan padaku hingga berakhir hampir dengan kemurtadan. Sebuah tipu daya setan yang sangat halus. Tapi untunglah Allah menolong dan menyelamatkan aku, walau dengan cara yang menyakitkan, tapi aku sadar itulah yang terbaik untukku.

Pertemuan kami bermula saat perjalananku ke sebuah toko buku ternama untuk mencari buku materi ujian adikku. Tak kusangka, di situ aku bertemu dengan seorang gadis muda yang cantik dan mempesona. Nike, namanya. Seorang mahasiswi tingkat akhir program diploma sebuah universitas negeri yang menyambi kerja sebagai pramuniaga di toko buku tersebut.

Melalui seorang teman yang saat itu bersamaku, aku berkenalan dengan Nike. Dari informasi yang kudapat, Nike berbeda keyakinan denganku, dia lebih memilih ikut ayahnya yang nonmuslim daripada ikut ibunya yang muslimah. Entah apa alasannya sehingga dia lebih condong kepada ayahnya daripada ibunya itu.

Perlu kujelaskan sedikit tentang diriku di sini. Kenalkan, namaku Didik, seorang  laki-laki muda asal Semarang, Jawa Tengah. Saat pertama kali mengenal Nike, aku adalah mahasiswa tingkat empat di sebuah kampus negeri ternama di Jakarta. Namun sekarang aktivitasku tak lagi di sana, melainkan di kota lain yang jauh dari keramaian ibu kota sambil coba mengadu nasib dengan berwirausaha.

Selama kuliah, aku aktif di berbagai kegiatan, mulai dari badan eksekutif mahasiswa (BEM), unit kegiatan mahasiswa (UKM), hingga aktif di lembaga dakwah kampus (LDK). Khusus yang terakhir aku sebut, yaitu lembaga dakwah kampus, aku benar-benar tertarik menerjuninya hingga dari situlah aku mengerti tentang aneka ragam pergerakan dakwah (harokah), beserta karakteristik dan seluk-beluknya.

Tidak cukup sampai disitu, berbagai kajian keislaman pun aku ikuti, tausiah-tausiah para da’i ternama, ta’lim-ta’lim rutin dan berbagai pengajian kelompok tak jarang aku datangi demi sebuah ilmu yang ingin kupahami. Tapi dari semua kajian tersebut, ada kajian yang benar-benar membuatku tertarik, yaitu kajian tentang cinta dan rindu, serta kaitannya dengan tipu daya setan atau jin di dalamnya. Sungguh suatu ilmu yang sangat bermanfaat sekali bagiku.

“Cinta itu indah, tapi tidak setiap cinta mengandung keindahan. Berhati-hatilah terhadap cinta palsu yang menjanjikan keindahan, karena hakikatnya ia hanya melenakan dan menghancurkan. Bila tidak pada tempatnya, cinta akan menjadi senjata setan untuk mengelabui manusia. Apalagi jika cinta melampaui batas-batas yang dibenarkan, pasti bukanlah cinta namanya, melainkan nafsu yang ditunggangi setan. Dan kalau dibiarkan, cinta yang berbalut nafsu tidak akan membuat sang pecintanya menjadi lebih baik, tapi justru akan menjerumuskan sang pecintanya dalam kemungkaran dan kebatilan yang menyesatkan.

Maka untuk itulah Rasulullah mengajarkan cinta yang suci dengan menganjurkan umatnya untuk menikah, bukan mengumbarnya dengan cinta palsu. Rasul juga menyuruh umatnya untuk menundukkan pandang ketika bertemu lawan jenis, bukan menatap sepuasnya. Semua itu dilakukan untuk menjaga agar umatnya tidak mendekati zina dan menjaga cintanya yang murni sesuai dengan koridor syariah. “

Kira-kira seperti itulah ilmu yang kudapatkan tentang cinta dan rindu dari kajian yang kuikuti beberapa kali itu.

Bukanlah seorang muslim namanya jika hidup tanpa ujian. Hal itu dibenarkan oleh firman Allah dalam Al-Qur’an yang mengatakan bahwa apakah seorang muslim dianggap telah beriman padahal belum ditimpakan suatu ujian kepadanya, dan melalui Nike inilah Allah hendak menguji aku setelah aku mendapatkan ilmu tentang cinta dan rindu. Ibarat anak sekolah, setelah diberi ilmu dan pelajaran, pasti ada sederet ujian yang harus diikuti, agar diketahui layak atau tidakkah anak tersebut naik ke kelas berikutnya. Seperti itulah yang aku hadapi, dan ternyata aku gagal dalam ujian tersebut!

Awal mula kedekatanku dengan Nike hanya ingin mengajaknya untuk bisa mengenal Islam lebih jauh. Pelan-pelan aku coba mengenalkan istilah-istilah Islam sambil kutunjukkan pula penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Sebisa mungkin aku selalu menjaga pandang dan jarak saat berkomunikasi dengannya, agar setan tak mudah mengambil celah dari setitik lemah iman dalam hatiku.

Tak terpikir sedikitpun olehku untuk bisa bermain hati dengannya. Hingga suatu ketika perasaan suka dan kagum bermetaforfosis menjadi cinta. Suatu perasaan yang tak seharusnya aku turuti karena hanya akan mengundang murka Allah dalam kehidupanku selanjutnya.

Sungguh pintar setan dalam menyesatkan manusia. Pelan-pelan diajaknya manusia dalam kebaikan, tapi pelan-pelan pula setan menggiringnya dalam kesesatan, menyelipkan keburukan dalam kebaikan. Halus, benar-benar halus tipu dayanya, nyaris tak terlihat. Padahal sejatinya itu adalah perangkap setan untuk menjerumuskan manusia. Dan itulah yang aku alami. Bermula dari niat untuk mengajak Nike pada kebaikan, tapi justru berakhir dengan kesesatan pada diriku.

Dengan dalih agar aku bisa menjelaskan Islam lebih dalam ke Nike, tanpa kusadari intensitas pertemuan kami makin hari makin meningkat, terlebih setelah kami sama-sama saling mencintai. Dilema yang kurasakan, satu sisi aku seorang aktivis dakwah yang tahu tentang hukum-hukum berkomunikasi dengan lawan jenis, tapi di sisi lain aku ingin mengajaknya agar bisa memahami Islam lebih jauh lagi.

Aku tahu bahwa cinta harus diraih dengan perjuangan. Cinta harus tumbuh menembus semua penghalang yang menghadang. Kelopaknya tak boleh mekar mewangi jika hanya untuk menjadi layu dan pupus. Ia harus selalu disiram agar akar-akarnya kuat menghujam jiwa. Ia harus dirawat agar bunga-bunga rindunya selalu merekah indah laksana mawar merah nan anggun, dan ia harus dijaga agar rimbun daun kasih sayangnya selalu sejuk diterpa angin asmara yang menghembusnya.  Cinta harus dipupuk sepanjang masa dengan pupuk perhatian dan kesetiaan. Dan cinta harus dipelihara dengan embun kepedulian dan ketulusan, bukan dengan kebohongan dan pengkhianatan. Tentu cinta tersebut adalah cinta yang hakiki, cinta sejati yang berada dalam naungan ridho ilahi, bukan cinta palsu yang kurasakan saat itu.

Niatku benar, tapi carakulah yang salah. Aku tahu bahwa cinta suci seharusnya terbingkai indah dalam satu ikatan pernikahan. Tapi aku terjebak dalam lingkaran setan yang menyesatkanku. Aku ingin mengajaknya segera menikah, tapi di sisi lain aku terkendala dengan perbedaan keyakinan di antara kami. Pernah kuajak dia untuk menjadi muallaf, tapi dia belum siap, karena masih harus belajar lebih banyak lagi. Pernah juga dia berucap bahwa tak ingin dia pindah keyakinan hanya karena alasan pernikahan, tapi dia ingin pindah keyakinan karena memang ada kemantapan dalam hati, bukan yang lain. Akupun tak bisa memaksa atau menyalahkannya.

Dengan sabar aku coba menunggunya hingga ia siap, namun kesabaranku ternyata dalam koridor yang salah. Lagi-lagi dengan dalih karena ingin mengajarkan Islam kepadanya, akhirnya kamipun sering diskusi dan berbincang bersama seputar masalah agama, bahkan lebih dari itu, kami jadi sering bercerita, bercanda dan memadu kisah, meskipun mulanya aku minta agar didampingi pihak ketiga, tapi ternyata hal itu tak berlangsung lama. Aku pun berpikir, sudahlah tak mengapa tak didampingi, yang penting aku tidak berbuat yang tak semestinya dengannya. Sehingga kamipun jadi semakin akrab, akrab dan akrab.

Agar tidak jenuh kalau hanya lewat telepon atau di rumah saja dalam berkomunikasi, aku jadi sering pergi berdua dengannya. Masih dengan dalih mengajarkan Islam padanya, aku coba ajak dia ke masjid, karena ingin mengenalkan fungsi masjid dan menunjukkan ibadah-ibadah yang biasa dilakukan di masjid, agar dia menjadi lebih paham. Di sinilah pintarnya setan menjebakku. Membungkus kesesatan dalam kebaikan melalui kebodohanku. Padahal seharusnya hal demikian tidak boleh kulakukan mengingat hubungan kami yang masih harom karena belum menjadi mahrom.

Bahkan demi menjaga perasaan Nike dan menghormatinya, tak jarang pula aku antar dia ke tempat peribadatannya. Aku hanya berprinsip untukmu agamamu dan untukku agamaku. Toh aku berkeyakinan, bahwa kelak dia pasti akan menjadi muallaf kalau aku sabar membimbingnya,  jadi kubiarkan saja dia menjalani ritual ibadahnya sebelum akhirnya dia memeluk Islam nantinya. Dan tanpa kusadari, dari situlah aku mulai terjerumus dalam jebakan setan.

Cinta yang kurasakan lama-lama semakin terpatri kuat dalam lubuk hatiku. Pelan-pelan aku jadi berubah. Sholat yang dulu rajin kulaksanakan di awal waktu, kini molor bahkan mulai sering kutinggalkan. Al-Qur’an yang dulu selalu kubaca, kini hampir tak pernah lagi terjamah olehku. Dan puasa yang seharusnya kulakukan untuk mengekang nafsu liarku, justru kini aku abaikan. Aku benar-benar menjadi laki-laki yang kufur. Aku berubah. Aku terpengaruh oleh keadaan karena kebodohan dan kelemahan imanku sendiri.

Hingga suatu ketika ibuku mengetahui hubunganku dengan Nike. Aneh, ibu mengetahuinya bukan dari siapa-siapa, tapi justru dari mimpi dalam tidurnya. Pernah suatu siang, tiba-tiba ibu bertanya padaku, “Nike nggak sholat ya?”, bagai disambar petir, pertanyaan ini tentu mengagetkanku. Aku diam tak berkutik, hanya bisa menjawab, “Ya”, karena memang  itulah kenyataannya. Tentu hal ini membuat ibu kecewa padaku.

Perlu diketahui, bahwa ibu adalah sosok wanita yang taat, hari-harinya selalu diisi dengan kebaikan dan ibadah pada Allah. Sehingga dengan perubahan yang kualami, tentu ibu mengetahui gelagat buruk yang terjadi padaku itu.

                          *****

“Lamar aku mas!” pinta Nike suatu hari kepadaku.

Permintaan Nike tersebut tentu memberi kebahagiaan tersendiri bagiku. Tak sabar rasanya aku meminangnya, tapi lagi-lagi kendala agama menghalangi langkahku. Nike masih belum siap untuk menjadi muallaf, bahkan dengan tegas dia malah berani memintaku untuk pindah dan mengikuti keyakinannya. Cinta harus berkorban, dan aku harus tunjukkan pengorbananku kalau memang aku mencintai dia, begitu yang pernah dia ucapkan padaku.

Sebuah permintaan yang berat, bahkan sangat-sangat berat. Permintaan Nike sungguh memporakporandakan hatiku, hingga tak sanggup kuberkata apa-apa. Aku terdiam. Aku membisu. Mau menangis tak bisa, mau berontak pun tak kuasa. Cinta telah membelengguku dan menghilangkan akal sehatku. Dan hampir saja aku menjadi murtad hanya karena cinta palsu yang kurasakan. Bodoh, benar-benar bodoh yang telah kulakukan itu!

Karena kompleksnya masalah yang kami alami, aku jadi sering bertengkar hebat dengannya, entah di rumah, di jalan atau dimanapun kami berada. Jika selisih paham muncul, pasti pertengkaran hebatlah yang terjadi. Tak tanggung-tanggung sampai banyak orang yang melihat lalu berusaha meleraikan kami. Hampir-hampir tak ada rasa malu yang kumiliki. Tak ada yang mengalah karena jiwa muda kami yang sama-sama keras dan temperamen. Padahal sejatinya setanlah yang pasti berada di tengah-tengah kami saat emosi membakar jiwa kami, tapi aku tak mau peduli akan hal itu.

Kami stress. Kami sama-sama tertekan dengan keadaan yang kami hadapi. Dia belum merasa mantap untuk menjadi muallaf dan aku juga tak merasa mantap untuk melepaskan Islam dari hidupku. Kata seorang teman, hubungan kami tak lebih dari cinta yang dipaksakan. Tapi aku tak mau mendengar pendapat itu. Bagiku, cinta harus diperjuangkan dan dipertahankan, apapun konsekuensinya. Aku juga tak mau tahu, bahwa ada orang tua di belakang kami. Aku seperti tak mau tahu dengan perasaan mereka yang tentu tak ingin anaknya menikah dengan orang yang beda agama. Tidak dengan orang tuaku, tidak pula dengan orang tua Nike. Orang tua kami sama-sama tak merestui hubungan kami, tapi aku terus memaksakan kehendak, bahwa cinta harus diperjuangkan.

Tak tahu apa yang harus kulakukan, aku jadi terpuruk, benar-benar terpuruk. Walau laki-laki, aku sempat menangis pula pada Allah sambil meminta petunjuk dan pertolonganNya untukku. Aku berdoa yang sekilas mirip dengan doa istikhoroh, meskipun dengan doa yang agak memaksa dan tidak seharusnya aku panjatkan,

Ya Allah, karena kebodohan hamba, hamba kini terperangkap dalam duka dan nestapa. Karena kesalahan hamba pula, kini hamba terjebak dalam luka dan gelisah. Hamba mohon padaMu ya Robb, agar Engkau tenangkan hati hamba, Engkau bantu selesaikan masalah yang hamba alami.

Ya Allah, sekiranya Nike baik untuk hamba, maka dekatkan dia untuk hamba, satukan hidup kami dalam ikatan suci pernikahan. Jadikan dia wanita yang Engkau beri hidayah sehingga dia menjadi wanita muslimah yang taat kepadaMu. Percantik dirinya dengan akhlak mulia duhai Robb, dan perindah hatinya dengan iman dan Islam yang Engkau hembuskan di kalbunya.

Ya Robb, namun sekiranya ia buruk untuk hamba, maka rubahlah keburukan itu menjadi kebaikan untuk hamba. Dan sekiranya dia bukan jodoh hamba, maka jadikan dia jodoh hamba untuk menemani hidup hamba. Hamba butuh Kun fayakunMu ya Robb, karena Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan hamba yakin bahwa Engkau sanggup merubah dirinya dan mengabulkan doa hamba.

Doa tersebutlah yang selalu aku panjatkan. Ibu yang mendengar doaku hanya bisa mengingatkanku, bahwa kalau berdoa jangan mendikte dan memaksa Allah. Memang Allah Maha atas segala sesuatu, tapi bukan berarti kita, manusia, berdoa dengan memaksakan kehendak, karena Allah jauh lebih tahu apa yang terbaik untuk hamba-hambaNya.

Mendengar ibu berkata demikian, aku sempat emosi dan menegur ibu. Salah yang kulakukan tapi aku tak sadar bahwa aku salah dan akupun tak mau disalahkan, baik salah dalam doaku maupun salah karena telah emosi kepada ibu.
Sungguh aku telah menjadi laki-laki yang durhaka dan bodoh. Bodoh dalam ilmu yang kumiliki dan bodoh dalam cinta yang menyesatkanku. Seolah percuma ilmu tentang cinta dan rindu yang kudapatkan tempo hari dalam kajian-kajian yang pernah kuikuti.

Dalam tangis doaku, aku coba kembali menjadi aku yang dulu, tapi semua sia-sia, aku tak bisa. Aku selalu kalah dengan perasaanku apalagi saat bayangan wajah Nike selalu menghantuiku. Aku ternoda oleh cinta, aku terkekang oleh hawa nafsuku sendiri.

Aku menjadi orang yang putus asa. Ilmu agama yang kupunya seolah tak bisa lagi membendung sikap burukku. Aku terkalahkan oleh hawa nafsu dan kebodohanku sendiri. Cinta yang merasuk di jiwaku, benar-benar membuatku gelap mata. Ingin rasanya aku akhiri semuanya tapi aku tak kuasa.

Begitu juga dengan Nike, ingin rasanya Nike akhiri semuanya, tapi diapun tak kuasa. Mau melangkah tak bisa, mau mundur pun tak mampu. Semua benar-benar membuat kami tak berkutik. Sekali lagi kami terjebak dalam lingkaran setan yang sangat menyesatkan.

Lelah yang kami rasakan, hingga akhirnya membuat hubungan kami mulai renggang. Walau demikian kami masih tetap berkomunikasi meski dengan frekuensi yang sangat jarang, dan sekalinya berkomunikasi pasti pertengkaran yang selalu terjadi di antara kami. Tak kuat menghadapi semua itu, aku pun pasrah dan menyerah pada takdir.

Puncaknya, entah firasat apa yang kurasakan, di suatu malam aku bermimpi akan hal yang sangat aneh. Aku melihat Nike begitu mesra hingga melakukan hubungan suami istri dengan seorang laki-laki. Tak lama lalu kulihat pula ibunya begitu sibuk menyiapkan beraneka ragam makanan yang tertata rapi di teras rumah Nike, seolah siap dihidangkan untuk para tamu.

Merasa bermimpi yang tak wajar,  aku terbangun. Aku terkejut dengan mimpi tersebut, karena memang seumur hidupku baru kali itu aku bermimpi aneh begitu. Aku yakin bahwa ada hal buruk yang sedang terjadi di belakangku, sepertinya Nike sedang menyembunyikan sesuatu dariku. Pagi tiba, aku beranikan diri untuk menelepon ke rumah Nike dan menanyakan apa yang telah terjadi. Ayah Nike yang mengangkat telepon dan berkata,

“Maaf Mas Didik, Nike sudah menikah dengan teman kantornya, semoga mas Didik bisa menerima keadaan ini. Terima kasih atas kebaikan Mas Didik selama ini, semoga Mas Didik menemukan wanita yang terbaik untuk mas Didik nantinya.”

Tak sanggup aku mendengar apa yang baru saja disampaikan ayah Nike. Telepon kututup dan kumatikan. Aku
menangis. Aku hancur, sangat-sangat hancur. Seolah hidupku tak berarti lagi. Kuliahku berantakan. Pekerjaanku pun kacau. Hari-hariku penuh dengan duka dan air mata.

Hingga akhirnya dua hari kemudian,

Brrraaaakkkk…

Aku kecelakaan. Masih dalam duka yang kurasakan karena kehilangan Nike, aku tertimpa musibah. Sebuah mobil antar jemput menabrakku dari belakang . Wajahku luka penuh darah, kakiku bengkak tak bisa berjalan, dan sepeda motor yang kukendarai pun hancur diterkam mobil. Aku pingsan tak sadarkan diri dan harus segera dioperasi di bagian wajah serta kepalaku.

Kini setelah sadar, aku berusaha ikhlas atas apa yang kualami, seraya memohon ampun pada Allah atas apa yang telah kulakukan selama ini.

Mungkin inilah akibat dosa yang seringkali kukerjakan, melalaikan Allah dalam kehidupanku. Allah menegur serta menyelamatkanku dengan kasih sayangNya agar aku kembali padaNya. Ya, aku ditegur dengan cara Allah yang tak pernah kusangka sebelumnya, yaitu dengan kecelakaan. Dan aku diselamatkan Allah juga dengan caraNya yang luar biasa, menikahkan Nike dengan laki-laki lain, sehingga imanku tetap terjaga, walau akhirnya aku mesti mengulang kembali syahadatku, syahadat penyesalan.

Kini aku harus merangkai kembali puing-puing nafasku yang terseok. Menata kembali hari-hariku yang tersisa dan menyusun kembali masa depanku yang hancur karena kebodohanku sendiri. Sungguh aku harus berbenah, menjadikan masa laluku sebagai pelajaran untuk tak kuulang kembali di masa yang akan datang dan menjadikan pengalaman burukku sebagai hikmah berharga dalam setiap sisa-sisa keping kehidupanku . Berharap bahwa Allah berkenan ampuni setiap langkah kelamku.

Dalam penyesalan hidup yang kurasakan kini, aku hanya bisa berkata,

“Maafkan hamba duhai Robb…”

No comments:

Post a Comment